TEMPO.CO, Jakarta - Rosyid Hidayat, anggota Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat, menyatakan hitungan subsidi pupuk terlalu besar. Ia mencontohkan jumlah subsidi untuk pupuk organik. Subsidi yang dikantongi produsen pabrik pupuk merupakan selisih harga pokok penjualan (HPP), yaitu ongkos produksi dan distribusi, terhadap harga eceran tertinggi (HET) dan harga beli petani. (Baca: Pupuk Bersubsidi Bakal Ludes Sebelum Oktober)
Untuk pupuk organik, HPP dipatok Rp 1,9 juta per ton, sementara HET Rp 500 ribu per ton. "Produsen menikmati subsidi Rp 1,4 juta per ton," katanya kepada Tempo, Rabu, 19 Februari 2014.
Tahun ini volume pupuk organik bersubsidi dipatok 800 ribu ton dengan subsidi Rp 1,127 triliun dari total Rp 18,04 triliun. Menurut hitungan Rosyid, jumlah subsidi organik ini terlalu besar. Alasannya: HPP organik di produsen kelas menengah hanya Rp 750 ribu per ton. "Ini tidak tepat," kata politikus Demokrat ini.
Rosyid mengatakan banyak produsen kelas menengah iri terhadap produsen pelat merah seperti PT Petrokimia Gresik, Pupuk Kalimantan Timur, Pupuk Kujang, Pupuk Sriwijaya, dan Pupuk Iskandar Muda. Gara-gara subsidi tersebut, produsen kelas menengah kalah bersaing. "Kalau bisa subsidi dicabut," kata Rosyid, mengulang keluhan salah seorang produsen di Jawa Tengah kepadanya.
Direktur Utama Petrokimia Gresik Hidayat Nyakman mengatakan pihaknya melibatkan lebih dari 180 mitra produksi dalam pengadaan pupuk organik. "Jadi subsidinya dinikmati masyarakat," katanya.
Sorotan juga mengarah ke HPP pupuk kimia seperti urea, SP-36, ZA, dan NPK Phonska yang naik saban tahun. Penyebabnya: kenaikan HPP subsidi pupuk membengkak dan jumlah kurang bayar terus merangkak.
Sumber Tempo di Badan Pemeriksa Keuangan mengatakan auditor sulit memisahkan produksi pupuk bersubsidi dan nonsubsidi. "Bagaimana memisahkan? Digilingnya di satu pabrik," katanya.
Anggota BPK, Ali Masykur Musa, memastikan auditor dapat memilah pupuk bersubsidi dan nonsubsidi. "Yang berkaitan dengan subsidi tidak boleh diutak-atik." (Lihat juga: Subsidi Pupuk Rawan Diselewengkan)
Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia, induk lima pabrik itu, mengatakan HPP naik karena melemahnya rupiah terhadap dolar, inflasi, kenaikan harga bahan bakar minyak, "serta kenaikan harga gas." Menurut Ali, kenaikan subsidi pupuk wajar sebab diikuti produksi padi nasional. "Subsidi di India, Cina lebih besar ketimbang Indonesia," katanya.
AKBAR TRI KURNIAWAN
Berita Lainnya
Ada Setoran di Balik Label Halal Daging Australia
Demi Evan Dimas, Risma Batalkan Acara di Jakarta
Pulau Misterius Mendadak Muncul di Laut Bekasi