TEMPO.CO, Jakarta - Sejak awal tahun, para penikmat kehidupan malam di Bandung terusik dengan adanya batasan jam malam yang diberlakukan kepolisian. Persis dongeng Cinderela, jam 12 malam merupakan batas akhir bagi mereka mengakhiri keriaannya.
Lengkingan suara sirene dari atap mobil polisi di tengah malam, kini menjadi hal biasa. Bak lonceng sekolah penanda berakhirnya pesta.
Namun belakangan suara-suara ketidakpuasan bermunculan. Maklum, Bandung adalah kota hiburan. Ritual baru yang membatasi jam operasional pesta, dinilai membatasi ruang gerak dan kreativitas warganya. “Nongkrong bareng temen kini waktunya padat, enggak kaya dulu,” kata Deyna, perempuan berusia 19 tahun yang hobi kongkow di klub bersama kawan-kawannya. “Semua orang takut dirazia.”
Aturan jam Cinderella belakangan memakan korban. Seorang seniman musik asal Bandung, Satrio NB dari band indie Pure Saturday terpaksa menerima 20 jahitan di jidatnya. Gara-gara, bentrok dengan polisi yang hendak memperingatkan jam malam di sebuah café di Jalan Trunojoyo, Bandung.
Pihak lain yang merasa dirugikan dengan diberlakukannya jam Cinderella tentunya para pemilik hiburan malam, restoran, café dan took kelontong 24 jam. Kepada Tempo, seorang manajer hiburan malam mengaku kehilangan 30 persen omzet pada hari biasa dan 50 persen pada akhir pekan. “Menurun hingga Rp 500 juta – 600 juta, beberapa diskotek sudah mengurangi jumlah karyawannya sebab banyak kehilangan uang tip,” katanya.
Menanggapi keluhan serta beberapa insiden yang terjadi sejak jam Cinderella , Kepala Polda Jawa Barat, Inspektur Jenderal M Iriawan berkukuh kalau aturan jam malam itu telah berhasil menekan angka kriminalitas. Ia mengerti betul soal kikuknya warga dengan aturan baru yang diterapkan, namun ia juga meminta agar tugasnya menjaga kondusivitas masyarakat.
Sementara itu, Wali Kota Ridwan Kamil tampak galau dengan jam Cinderella. Ia mengaku kalau perda memang mengatur hiburan malam tutup hingga pukul 03.00 WIB. “Tapi soal keamanan kota, kami kembalikan lagi ke kepolisian,” katanya.
Ia berencana melakukan negosiasi dengan polisi, sebab jam Cinderella sejatinya hanya himbauan. “Pengusaha berhak melanggar,” katanya.
Desakan keras kemudian muncul dari seorang pengamat kepolisian asal Universitas Padjadjaran, Muradi. Ia menilai penerapan aturan jam Cinderella hanyalah aksi sepihak dari Kapolda. Sebab, aturan main hiburan malam sejatinya tertuang dalam peraturan daerah. “Aturan itu lebay, Kapolri ganti saja Kapolda Jabar,” katanya.
Sandy Indra Pratama | Risanti | Persiana Galih | Anwar Siswadi
Berita Lain
Pingsan, Wawan Ditolong Rudi Rubiandini
Mengapa Muncul Pulau Misterius di Bekasi?
Catherine Wilson Akui Terima Mobil dari Wawan
Curhat Pembantu: Bu Jenderal Galak, Suka Jambak