TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo menyatakan pemerintah dapat memberi keringanan bea keluar bagi perusahaan yang mengikuti Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara (UU Minerba). "Bea keluar tetap dibayar, tapi bisa saja diskon atau keringanan diberikan untuk yang serius," ujarnya saat ditemui di sela-sela seminar "Apa Kabar Minerba 2014", Selasa, 25 Februari 2014. (Baca juga : Janji Bangun Smelter, Freeport Tak PHK Karyawan)
Ia mengungkapkan, penerapan UU Minerba mulai 12 Januari lalu harus dilakukan untuk menjaga sumber daya alam Indonesia. Susilo menyebut perusahaan yang mengajukan penolakan dan mengatakan akan muncul pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah perusahaan yang menjalankan ekspor mineral ilegal. “Yang ribut itu yang tidak bertanggung jawab, biarkan saja katanya ada PHK, ini demi negara dan anak cucu," ujar Susilo.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014 menyatakan, untuk bahan mineral mentah bea keluar dikenakan hingga 60 persen. (Lihat juga : Akhirnya, Tiga Pabrik Smelter Segera Dibangun)
Kebijakan pemerintah memaksa pengusaha memproses bahan mentah mineral di dalam negeri dianggap salah oleh sebagian pengusaha tambang. Kebijakan itu dinilai mengganggu rencana investasi hampir US$ 4 miliar untuk smelter tembaga yang akan dioperasikan, antara lain, bagi Freeport-McMoran Copper & Gold, seperti dikutip Reuters, 23 Februari 2014
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberlakukan kebijakan pertambangan yang dinilai kontroversial mulai 12 Januari 2014. Sebagian perusahaan menganggap langkah itu menimbulkan kekacauan di sektor pertambangan. Selain melarang ekspor bijih mineral mentah, pemerintah Indonesia pun mengeluarkan ketentuan pajak ekspor konsentrat. (Berita terkait : BKPM Yakin Realisasi Investasi Smelter Tepat Waktu)
Walau begitu, kelihatannya pembuatan pabrik pemurnian mineral tetap berjalan. Berikut ini detail tiga smelter tembaga yang akan dibangun di Indonesia.
1. Smelter yang akan dibangun PT Indosmelt
Nilai: US$ 1 miliar
Lokasi: Sulawesi Selatan
Kapasitas: 700 ribu ton
Masa kontruksi: Tiga tahun hingga 2017 atau 2018
Perusahaan ini sudah memiliki kerja sama jual-beli dengan Freeport dan Newmont. Indosmelt berharap Freeport menyediakan pasokan 70 persen konsentrat. Sedangkan Newmont berkontribusi 30 persen sisanya. Indosmelt merencanakan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) pada akhir 2015.
2. Smelter yang akan dibangun PT Nusantara Smelting Corp
Nilai: US$ 1,2 miliar
Lokasi: Gresik, Jawa Timur
Kapasitas: 850-950 ribu ton
Masa kontruksi: Empat setengah tahun
Nusantara Smelting Corp telah mengadakan kesepakatan dengan Newmont untuk menyediakan pasokan 50 ribu ton. Perusahaan pun menjalin kerja sama dengan Freeport, tapi belum ada volume yang disepakati. Smelter tersebut mendapat sokongan sebuah perusahaan perdagangan internasional.
3. Smelter yang akan dibangun PT Indovasi Mineral
Nilai: US$ 1,1-1,2 miliar
Lokasi: Gresik atau Tuban
Kapasitas: 800 ribu-1 juta ton
Masa kontruksi: Tiga tahun hingga 2017
Perusahaan sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Freeport untuk mensuplai 80-90 persen konsentrat serta dengan Newmont untuk menyediakan pasokan 10-20 persen konsentrat. Seorang pengusaha kaya raya Indonesia ada di balik pembangunan smelter ini.
MARIA YUNIAR I REUTERS
Terpopuler :
Dahsyat, Rupiah Capai Posisi Tertinggi Tahun Ini
Dave Morin Buka Peluang Investasi di Path
OJK Sepakat Buka Data Perbankan untuk Pajak
Harga Apel Malang Rontok Diserbu Apel Impor