TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Djoko Santoso menilai maraknya kasus plagiarisme di lingkungan kampus menandakan bangsa Indonesia masih merasa inferior. Sikap itu membuat para dosen Indonesia tak percaya diri sehingga akhirnya menjiplak karya orang lain saat menulis, baik di jurnal, naskah akademik, hingga publikasi populer.
"Kalau bangsa ini merasa superior, pasti tak akan menjiplak karya orang lain," kata Djoko saat berkunjung ke kantor Tempo, Senin, 24 Februari 2014. (8 Kasus Plagiat yang Menghebohkan Indonesia)
Selain merasa inferior, kata Djoko, banyak perguruan tinggi memang tak mengajarkan teknik tulis-menulis dengan benar sejak awal. Para dosen--dulunya mahasiswa--yang menulis di jurnal, naskah akademik, atau publikasi populer, kata Djoko, kerap keliru atau tak mencantumkan referensi sehingga terkesan menjiplak karya orang lain.
"Ini tergantung lulusan universitasnya. Kalau lulusnya mudah, kasus plagiatnya akan tinggi. Kalau lulusnya sukar, plagiatnya rendah. Pokoknya semakin turun kualitas universitas, kasus plagiat akan tinggi," kata Djoko.
Isu plagiasi di kalangan akademik mencuat kembali setelah dosen ekonomi Universitas Gadjah Mada Anggito Abimanyu dituding menjiplak karya orang saat menulis artikel berjudul "Gagasan Asuransi Bencana" yang diterbitkan Kompas, Senin, 10 Februari lalu. Anggito dinilai menjiplak karya Hatbonar Sinaga berjudul "Menggagas Asuransi Bencana" yang juga dimuat Kompas pada 21 Juli 2006.
Anggito membantah bahwa dia menjiplak karya Hatbonar. Dia mengklaim artikel itu berawal dari gagasan pembiayaan bencana tsunami Aceh 2005 dan bahan seminar asuransi bencana di UGM bekerja sama dengan Bank Dunia pada 2011 lalu.
KHAIRUL ANAM
Terkait:
Anggito Akan Buktikan Tulisannya Bukan Plagiat
Pelapor Dugaan Plagiat Dosen Unpad Kecewa
Pengusutan Kasus Plagiat di Unpad Segera Selesai
Unpad Telisik Dugaan Plagiat Dua Dosennya