TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mempertanyakan konsep hakim pemeriksa pendahuluan yang ada dalam naskah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sebab, posisi hakim tersebut mempersulit penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi.
"Hakim jenis ini makhluk apa?" ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas kepada Tempo, Rabu, 26 Februari 2014.
Menurut dia, hakim pemeriksa tidak cocok dengan postulat nalar hukum Indonesia. Terlebih, konsep ini ditiru dari hakim komisaris yang terdapat dalam sistem hukum Belanda. Padahal, kata Busyro, hukum idealnya menjadi refleksi dari jiwa dan budaya bangsa sendiri.
"Bangsa Indonesia kaya nilai-nilai luhur. Aneh, hukum sepenting ini menjiplak Belanda, terkesan tidak mampu memfilter dan asal asing," tuturnya. (Baca: Busyro: Usul Menteri Djoko Tambal Sulam)
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pun menilai ketentuan soal hakim pemeriksa itu melanggar prinsip KUHAP tentang proses hukum yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Misalnya, dalam Pasal 83 RUU KUHAP, penyadapan harus mendapat persetujuan hakim pemeriksa. Adapun dalam pasal 44, hakim pemeriksa berwenang menyetop penuntutan dan penyidikan.
"Persoalannya justru pada apa kepentingan pasal itu," kata Bambang.
Sebab, jika penuntut umum merasa tak yakin dengan kasus yang ditanganinya, ia bisa membuat perintah penghentian penuntutan. Kalau pihak yang berkepentingan keberatan dengan penghentian itu, ia bisa mengajukan pra-peradilan untuk mempersoalkan sah tidaknya penghentian penuntutan tersebut. (Baca: KPK Khawatir RUU KPK Disusupi Sponsor Koruptor)
BUNGA MANGGIASIH
Terpopuler:
Bhatoegana Sangkal Terima Duit, Jaksa Akhirnya Putar Rekaman
Apa Kelemahan Timnas U19 Selama Tur Nusantara?
SCTV Tak Siarkan Timnas U19 di Batu dan Banyuwangi
Kesaksian Sutan Bhatoegana Seret Partai Demokrat
Dilaporkan Gayus Lumbuun, Apa Kata Deddy Corbuzier
Ahok: Monorel itu Kebaikan Hati Jokowi