TEMPO.CO, New York - Freeport-McMoRan Copper & Gold menyatakan unit operasi di Indonesia berpotensi mendeklarasikan force majeure atau keadaan darurat terkait penjualan konsentrat tembaga. Pernyataan itu akan diambil jika negosiasi dengan pemerintah mengenai bea keluar ekspor tak menemui titik temu. (Baca: Freeport Minta Pemerintah Jelaskan Bea Keluar)
Freeport dan Newmont Mining Corp menolak membayar bea keluar progresif yang diterapkan pemerintah Indonesia Januari lalu. Kewajiban membayar bea keluar ekspor merupakan satu paket kebijakan dengan keharusan membangun smelter dan mengolah bahan baku mineral di Indonesia.
"Jika PT Freeport Indonesia tak bisa beroperasi normal dalam jangka panjang maka kami mempertimbangkan untuk mengurangi biaya operasional, menangguhkan belanja modal, dan mengurangi tenaga kerja," tulis Freeport dalam pernyataan resmi yang dikutip laman Reuters, Jumat, 28 Februari 2014.
Freeport juga telah mengurangi produksi tembaga di Papua. Kegiatan operasional Freeport hanya setengah dari kapasitas normal. Perusahaan tersebut telah menghentikan eskpor konsentrat tembaga sejak pertengahan Januari.
Awal pekan lalu, Freeport sepertinya melunak ketika mereka mengindikasikan siap membayar jaminan investasi smelter sebagai bukti keseriusan membangun pabrik pengolahan bijih mineral. Senin lalu, 24 Februari 2014, CEO Freeport Indonesia, Rozik Sutjipto mengatakan pihaknya siap membangun smelter tembaga. (Lihat juga: Freeport Akan Bangun Smelter di Timika dan Gresik)
Baca Juga:
ANANDA TERESIA I REUTERS