TEMPO.CO, Jakarta - Negara-negara yang tergabung dalam G-20 menggelar pertemuan tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral pada 22-23 Februari lalu di Sydney, Australia. Pertemuan ini dihadiri Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo. G-20 menargetkan pertumbuhan lima tahun ke depan dua persen lebih tinggi di atas proyeksi pertumbuhan saat ini.
"Bank Indonesia memandang koordinasi dan collective action tidak hanya mengatasi kerentanan terhadap krisis, tetapi juga untuk menghapus hambatan pertumbuhan," kata Agus melalui keterangan resminya, 27 Februari 2014.
Target tersebut dianggap ambisius sehingga perlu diikuti peningkatan kerja sama dan koordinasi antarnegara. Menurut Agus, G-20 mesti bekerja keras membawa ekonomi global ke pondasi yang lebih kuat. Namun, penekanan semata terhadap pencapaian pertumbuhan tinggi harus dihindari.
"Aspek kesinambungan dan keseimbangan tetap diperhatikan," ucapnya. Oleh karena itu, Agus mengatakan, kerja sama antara negara-negara anggota G-20 harus diperkuat.
Menurut dia, berlanjutnya pertumbuhan yang kuat di Cina, beberapa negara berkembang, dan kawasan Uni Eropa dianggap sebagai sinyal positif. Indikasi perbaikan ekonomi global pun tercermin dari penguatan pertumbuhan di Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. (Baca pula: RI Minta Negara Maju Hapus Subsidi Pertanian).
Meski demikian, G-20 melihat ada tantangan yang harus dikelola. Beberapa tantangan itu adalah permintaan global yang melemah, tingginya volatilitas di pasar keuangan, tingkat utang publik yang besar, berlanjutnya ketidakseimbangan global, serta isu vulnerabilitas di beberapa negara berkembang.
Oleh karena itu, reformasi kebijakan untuk mereduksi hambatan investasi swasta menjadi prioritas G-20. Langkah lainnya dengan mengoptimalkan dampak belanja pemerintah untuk infrastruktur serta meningkatkan peran multilateral bank-bank pembangunan. (Baca juga: Negara G20 Sepakat Memerangi Pengemplang Pajak).
Di sektor keuangan, G-20 akan meneruskan reformasi untuk meningkatkan ketahanan lembaga keuangan terhadap krisis, mengatasi risiko sistemik karena kegagalan lembaga keuangan besar, mengatasi risiko shadow banking, serta melanjutkan agenda reformasi pasar keuangan derivatif.
Dalam upaya penguatan regulasi sektor keuangan, Bank Indonesia menilai perlu analisis mendalam serta komprehensif untuk menjamin kualitas serta penerapan rekomendasi dalam Brisbane Action Plan yang akan digelar pada November nanti. Namun, perbedaan tahapan perkembangan sektor keuangan tiap negara pun harus diperhatikan.
MARIA YUNIAR
Terpopuler:
Di Depan Simpatisan, Risma Jelaskan Sempat Pamitan
Surat Lengkap El-Mouelhy Soal Label Halal MUI
Adang Ruchiatna: Risma Cengeng, Nangis di TV
Isu Risma Mundur, Netizen Salahkan PDIP
Busyro: Usul Menteri Djoko Tambal Sulam