TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, menilai Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat sombong. Sebab, DPR sesumbar, pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bisa selesai dalam beberapa bulan mendatang. "Ini namanya anggota DPR sombong," katanya seusai kegiatan dialog di Restoran Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu, 1 Maret 2014.
Ratusan pakar dan profesor saja, kata Oce, menyusun dua RUU itu selama 40 tahun. Namun ternyata anggota DPR, setelah menerima draf revisi itu dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menargetkan penyelesaian pembahasan pada akhir periode masa jabatan mereka, yang tinggal beberapa bulan. Padahal, dua RUU itu mengandung ratusan pasal yang harus dibahas satu per satu.
"Tentu tak bisa dalam lima bulan dipaksakan, apalagi dalam masa reses menuju pemilu seperti ini," ujarnya. Menurut dia, apabila DPR serius menggarap dua beleid baru itu, mestinya mereka telah menargetkannya pada awal tahun. Ia mengatakan dua revisi undang-udang tersebut tak akan dikembalikan kepada pemerintah. Jika dikembalikan, pembahasannya akan dimulai dari nol lagi.
Sebelumnya, anggota Panitia Kerja Revisi KUHP-KUHAP dari Fraksi Golkar, Nudirman Munir, mengatakan panitia kerja sanggup merampungkan dua revisi undang-undang itu dalam periode kewenangan DPR saat ini, yang berakhir pada September 2014. Sisa waktu tiga kali masa sidang dianggap cukup untuk membahas dua revisi undang-undang itu. "Masih sangat cukup. Tanggal 9 April itu pemilu. Setelah itu kami masih anggota DPR. Tidak boleh kami membahas revisi?" katanya saat dihubungi, Jumat, 28 Februari 2014.
Menurut Munir, tak semua pasal akan diubah sehingga anggota DPR bisa menyelesaikan pembahasan. Dari ratusan pasal dalam KUHP dan KUHAP, kata dia, hanya sebagian kecil yang akan diubah. "Poin krusial di KUHAP ada 40 pasal. Di KUHP 90. Hanya masalah tata bahasa saja," katanya. Pasal-pasal yang akan diubah, kata Munir, hanya yang berbau kolonial. Pengubahan juga hanya menyangkut tata bahasa, bukan substansi. "Tinggal sewa ahli bahasa, gampang," katanya.
NUR ALFIYAH | IRA GUSLINA SUFA