TEMPO.CO, Surabaya - Selama ini kinerja Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dinilai bagus oleh beberapa kalangan. Berbagai penghargaan nasional maupun internasional telah diterima Surabaya berkat prestasi Risma menata kota.
"Namun masih banyak masyarakat yang tidak puas dengan kinerja Risma," kata Kepala Laboratorium Ilmu Politik dan Rekayasa Kebijakan (Lapora) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Faza Dhora Nailufar saat menjelaskan hasil survei yang dilakukan timnya di Coffee Toffee, Minggu, 2 Maret 2014.
Berdasar hasil survei itu, memang secara umum, 57,3 persen dari 250 responden yang merupakan warga asli Surabaya, menganggap kinerja Risma sudah cukup baik. Namun ada responden yang menganggap masih ada beberapa bidang yang belum dikerjakan Risma secara maksimal. Diantaranya bidang kesehatan, administarasi, pendidikan, pariwisata, pemerintahan, tenaga kerja, dan infrastruktur.
Di bidang kesehatan, sebanyak tujuh persen responden menganggap kinerja Risma buruk karena pembagian kartu jaminan sosial masyarakat masih banyak kendala teknis. Selain itu biaya pengobatan cenderung mahal karena tidak ada standar dari Pemerintah Kota Surabaya.
Sebanyak delapan persen responden menyatakan kinerja Risma dalam bidang pendidikan buruk. Sebab masyarakat banyak menjumpai pungutan-pungutan liar oleh sekolah. Masyarakat mengeluhkan biaya sekolah menjadi lebih mahal karena adanya pungutan tersebut, meski sebenarnya Pemerintah Surabaya telah memberlakukan kebijakan sekolah gratis.
Tidak adanya standar biaya sekolah tersebut dianggap responden sebagai kegagalan Risma di bidang pendidikan. Akibatnya, biaya sekolah swasta menjadi sangat mahal dan hanya orang-orang kaya saja yang bisa menyekolahkan anaknya di situ. Selain itu, sistem rayon diangap membatasi masyarakat yang ingin bersekolah sesuai dengan keinginannya. Hal ini dipengaruhi oleh sistem wilayah sekolah asal.
Di bidang tenaga kerja, sebanyak 46 persen responden tidak puas atas kinerja Risma. Sebab tenaga kerja di Surabaya justru banyak yang berasal dari luar kota. Sehingga, tingkat pengangguran di kota tersebut masih cukup tinggi. "Masyarakat menilai tidak ada perubahan yang signifikan dari pemerintahan sebelumnya," kata Faza.
Di bidang administrasi, masih banyak responden yang mengaku kecewa atas pelayanan publik di lingkungan pemerintahan, seperti di kelurahan atau kecamatan. Kekecewaan tersebut ditunjukkan oleh responden sebanyak 14 persen. Sedangkan, di bidang pariwisata, sebanyak 13 persen mengaku tidak puas atas kinerja pemerintah kota. Pasalnya, tempat hiburan untuk anak-anak dinilai masih sangat kurang terfasilitasi.
Angka ketidakpuasan masyarakat di bidang infrastuktur juga cukup tinggi, yakni 32 persen. Alasannya, ada beberapa proyek infrastruktur yang dinilai kurang tepat sasaran. Misalnya pengerjaan gorong-gorong yang menyebabkan macet dan tidak dapat meminimalisir banjir. "Pengendalian banjir masih belum maksimal," ujar Faza.
Menurut dosen ilmu politik Universitas Brawijaya itu, penelitian yang dilakukannya ini tidak bermuatan kepentingan tertentu. Dia hanya ingin menyampaikan harapan warga kota Surabaya terhadap kepemimpinan Risma.
DEWI SUCI RAHAYU