TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR) menilai aturan Komisi Pemilihan Umum yang membolehkan pemilih mencoblos lebih dari satu nama calon legislatif dalam satu partai multitafsir. Koordinator Nasional JPRR M. Afifuddin mengatakan aturan tersebut malah membuat masyarakat menjadi pemilih yang tidak cerdas.
"Ini kebijakan aneh dan bikin masyarakat bingung. Bisa membuat warga jadi apatis," kata dia dalam diskusi di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Ahad, 2 Maret 2014. KPU mengeluarkan aturan yang mengesahkan coblosan pemilih lebih dari satu caleg dalam satu partai. Aturan ini dimaksudkan untuk mengurangi suara tidak sah.
Namun Afif menganggap, KPU tidak perlu kuatir karena Pemilu 2014 berbeda dengan Pemilu 2009. "Pemilu 2009 kan dicontreng, yang tidak sah mencapai 14 persen. Kalau nanti kan dicoblos, paling di bawah 9 persen yang tidak sah," kata dia.
Ia menuturkan semangat Pemilu 2014 adalah pemilih cerdas. Hal tersebut bisa dilakukan dengan KPU gencar memasyarakatkan ke masyarakat agar meningkatkan partisipasi Pemilu serta tata cara memilih. "Tentunya ini menjadi simalakama, dengan menghargai setiap suara atau kebijakan itu tidak komprehensif," ujar Afif.
Komisi Pemilihan Umum berusaha meminimalisasi suara tidak sah dalam Pemilihan Umum 2014 ini. Sebab, pada Pemilu 2009 lalu, terdapat sekitar 14 juta suara yang hangus sehingga suara mereka tidak hadir dalam representasi politik.
Komisioner KPU Sigit Pamungkas mengatakan kedaulatan rakyat harus dijaga sehingga suara yang tidak sah dari hal-hal yang bersifat administratif bisa dihindari. Serta sistem pemilu proporsional terbuka mengandaikan bahwa kalau ada suara yang tidak jelas pilihan ditujukan ke satu calon tertentu, selama coblosan masih dalam satu partai, maka suaranya akan masuk partai.
Ia mencontohkan, ketika seseorang mencoblos satu nama calon di satu partai, namun dicoblos sebanyak 7 kali, masuk kategori suara sah. "Jadi suaranya diberikan ke orang itu," kata Sigit, Jumat lalu. Contoh lain, ujar dia, semisal seseorang mencoblos tiga nama calon yang berbeda dalam satu partai, suara tersebut sah dan masuk ke suara partai. "Kita tidak bisa mengidentifikasi ditujukan ke mana (individu), tapi itu ditujukan ke partai," kata dia.
LINDA TRIANITA
Berita Terpopuler
Jokowi Capres, Demokrat Setia dengan Konvensi
Anis Matta: Capres PKS Setelah April
Prabowo: Gerindra Belum Tentu Partai Bersih
Jokowi: Tidak Izin, Hanya Pemberitahuan