TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan Komisi belum pernah bertemu dengan tim pakar seleksi hakim konstitusi. Padahal, hari ini, Senin, 3 Maret 2014, Komisi dan tim pakar akan menguji kepatutan dan kelayakan calon hakim konstitusi. “Tim pakar baru terpilih pekan lalu dan baru kirim konfirmasi kesediaan Kamis dan Jumat kemarin,” kata Bambang ketika dihubungi, Ahad, 2 Maret 2014.
Sebelum uji kepatutan, Komisi akan bertemu dengan tim pakar yang akan memberi rekomendasi kelayakan calon hakim konstitusi. Rekomendasi tim pakar akan dijadikan acuan DPR dalam memilih hakim konstitusi yang layak. Adapun, anggota tim pakar adalah Buya Syafii Maarif, Laica Marzuki, Zein Bajeber, Natabaya, Lauddin Marsuni, Andi Mattalata, Saldi Isra, dan Husni Umar.
Jumlah peserta seleksi 12 calon hakim. Mereka punya latar belakang beragam, mulai dari dosen, notaris, politikus, hingga bekas pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. DPR hanya akan memilih dua nama untuk mengganti Akil Mochtar—saat menjabat Ketua MK terjerat skandal suap dan ditangkap KPK—dan Harjono yang pensiun akhir Maret ini.
Salah satu calon hakim yang unik adalah Franz Astani, yang saat melamar jadi calon hakim konstitusi menyebut dirinya sebagai notaris. Namun sebenarnya, gelar akademisnya jauh lebih panjang daripada namanya. Setidaknya, menurut situs pemilihanrektor.ui.ac.id, di depan nama ada dia ada dua gelar (doktor dan insinyur) dan di belakang namanya ada delapan gelar: mulai sarjana hukum sampai doktor pemasaran.
Begini gelar akademis selengkapnya: Dr. Ir. Franz Astani, S.H.,M.Kn.,S.E.,M.B.A.,M.M.,M.Si.,Dr (K-Huk)., CPM (NUS-IMA).
Laki-laki kelahiran Semarang 2 Oktober 1953 ini pernah maju sebagai calon Rektor UI pada 2012 tapi gagal. Pada tahun itu pula dia menjadi calon Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Dua tahun sebelumnya, dia juga menjadi kandidat Dekan Fakultas Hukum UI. Dia juga mencalonkan diri dalam seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2007, 2008, dan 2011.
Inilah daftar pendidikan formal yang ditempuh FranZ:
1. Doctoral in Marketing at University of Indonesia (2006)
2. Post Graduate Study: Doctoral in Law (S3) at UNPAR, 2004–now
3. Magister of Public Notary and Land Regulation (MKn) at UI 2002
4. Master of American Studies (S2, MSi) at UI, 1999
5. Post Graduate Study: Public Not dan Land (SpN) at UI, 1995
6. Law (S.H.) at University of Indonesia, Jakarta (1992)
7. Magister Management (S2, MM) Penyetaraan) at IPMI (1996)
8. Master of Business Administration (S2, M.B.A.) at IPMI, (1986)
9. Economist (S1, S.E.) at University of Indonesia, Jakarta (1986)
10. Civil Engineer (S1, Ir.) at UNPAR, Bandung (1978)
Karena pendidikan yang beragam itulah, Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) memberinya penghargaan sebagai continuous learning process with time duration 44 years pada Agustus 2004.
TIKA PRIMANDARI | NUR HASIM
Terpopuler
Jokowi Capres, Demokrat Setia dengan Konvensi
Benarkah PDIP Sudah Susun Kabinet Bayangan?
Jokowi Kuatkan Elektabilitas Megawati
PDIP Sudah Dilobi Militer
Astrolog: Oktober 2014, Mega Rayakan Kemenangan