TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mempertimbangkan pemberian potongan bea keluar ekspor mineral bagi perusahaan tambang yang akan menyelesaikan pembangunan smelter dan memberikan uang jaminan investasi smelter.
Menteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan, potongan diberikan tidak hanya untuk PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara yang getol meminta keringanan bea keluar.
"Kalau Freeport atau perusahaan lain bisa yakinkan pemerintah dalam tiga tahun smelternya terbangun. Dia dimungkinkan untuk meminta atau negosiasi bea keluar," kata Hidayat di Kementerian Perindustrian, Senin, 3 Maret, 2014.
Hidayat menegaskan, pada dasarnya Freeport tidak menolak membayar bea keluar ekspor. Tetapi, perusahaan asal Amerika tersebut meminta presentase kewajiban bea keluar yang dibayarkan harus dikurangi.
Hingga saat ini, besaran potongan bea keluar belum ditentukan. Hal tersebut, kata dia, merupakan kewenangan Kementerian Keuangan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
"Saya hanya memberikan roadmap atas pembangunan smelter karena itu bagian dari industri," katanya.
Hidayat menambahkan, baik Freeport maupun Newmont, selaku dua kontraktor tambang besar di Indonesia, kini tengah mengajukan rekomendasi ekspor agar mendapatkan status sebagai eksportir terdaftar dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun, kedua perusahaan itu masih belum mengajukan proposal pembangunan smelter sampai saat ini.
Pekan lalu, PT Freeport Indonesia menyatakan kesediaannya membayar uang jaminan sebesar 5 persen dari nilai investasi smelter sebagai bukti keseriusan membangun smelter.
Sementara, pada 11 Januari 2014, Menteri Keuangan telah meneken peraturan tentang bea keluar mineral progresif berkaitan dengan diberlakukannya UU Minerba (Pertambangan Mineral dan Batubara). Mulai 2017, jika tak ditaati, akan dikenakan bea keluar sebesar 60 persen. Penerapan bea keluar tersebut dilakukan bertahap mulai dari 20 hingga 60 persen.
ANANDA TERESIA