TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk (Persero), Destry Damayanti, memprediksi Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan kebijakan moneter ketat tahun ini. “BI kami perkirakan bakal menaikkan bunga acuan minimal 25 basis poin dari posisi 7,5 persen di semester satu tahun ini,” kata dia ketika dihubungi, Senin, 3 Maret 2014.
Kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) yang merupakan sinyal kebijakan moneter ketat ini untuk meredam sejumlah risiko yang datang dari dalam negeri, seperti lonjakan inflasi, pelemahan nilai tukar rupiah, masih kencangnya pertumbuhan kredit serta perlambatan ekonomi.
Khusus dari dalam negeri, sikap bank sentral juga dinilai bakal terpengaruh oleh data teranyar yang dirilis dari dalam negeri terkait inflasi per Februari 2014. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) diumumkan kemarin menunjukkan andil inflasi inti yang sangat besar dibandingkan dengan inflasi dari harga yang diatur pemerintah dan inflasi barang bergejolak.
Seperti diketahui, BPS telah mengumumkan inflasi pada bulan lalu sebesar 0,26 persen atau lebih rendah dibanding periode serupa tahun lalu sebesar 0,75 persen. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau tercatat sebagai komponen pengeluaran yang paling besar mempengaruhi inflasi dengan andil 0,08 persen.
Angka ini diikuti oleh kelompok bahan makanan, yakni kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar serta kelompok sandang yang masing-masing menyumbang 0,04 persen.
Jika dilihat dari komponennya, terlihat inflasi inti menyumbang angka terbesar inflasi umum (headline) sebesar 0,22 persen. Inflasi barang bergejolak (volatile food) menyumbang 0,03 persen dan inflasi harga diatur pemerintah (administered price) memberi andil 0,01 persen terhadap inflasi umum.
Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik, Adi Lumaksono, menyebutkan inflasi inti bulan Februari sebesar 0,37 persen dan mendorong inflasi inti Februari tahunan mencapai 4,57 persen di luar kewajaran. Sebab, biasanya komponen inti tak sebesar angka itu.
Cukup besarnya andil inflasi inti ini, menurut Destry, masih terjaga karena secara kumulatif menjadikan inflasi tahunan di rentang 5 persen atau di kisaran target pemerintah. “Apalagi ada potensi deflasi seperti masa panen di bulan April mendatang.”
Era moneter ketat juga diperkirakan masih akan terjadi oleh Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati. Besarnya kontribusi inflasi inti itulah, menurut Enny, bakal mempengaruhi Bank Indonesia mendorong kenaikan BI Rate tahun ini. “Padahal, sektor riil berharap suku bunga tak lagi naik agar bisa lebih leluasa bergerak di tengah ketidakpastian ekonomi di tahun pemilu ini.”
RR ARIYANI | MAYA NAWANGWULAN