TEMPO.CO, Yogyakarta - Lembaga Ombudsman Swasta Daerah Istimewa Yogyakarta berkampanye agar masyarakat agar mencintai produk usaha mikro, kecil, dan menengah. Lembaga itu meluncurkan buku tentang pemberdayaan UMKM bertajuk "100 Persen Jogja Banget" di gedung perwakilan Bank Indonesia, Rabu, 5 Maret 2014.
Buku itu ditulis oleh pelaku UMKM dan akademikus sejumlah universitas di Yogyakarta. Beberapa di antaranya adalah Amir Panzuri, Direktur Asosiasi Pemasaran Industri Kerajinan Rakyat Indonesia atau Apikri, Fair Trade and Comdevt Organization dan Direktur Eksekutif Pusat Hak Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
LOS DIY pada 2013 fokus terhadap persoalan UMKM dan jenis usaha yang mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak. Data LOS DIY menunjukkan sektor UMKM mampu menyerap 76,55 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari total angkatan kerja. Selain itu, UMKM juga menyumbang dalam produk domestik bruto atau PDB, yakni 55,3 persen dari total PDB.
Penulis buku, Amir Panzuri, mengatakan Yogyakarta harus bersiap kebanjiran produk dari luar Indonesia. Ini tidak bisa dihindari akibat era keterbukaan ekonomi. Pelaku ekonomi di Yogyakarta harus memperkuat kemampuannya agar tidak kehilangan pasar. “Masyarakat jangan jadi penonton,” kata dia.
Ia mengatakan solusi untuk mengatasi persoalan itu adalah pengorganisasian UMKM. Pengorganisasian ini memperkuat UMKM dengan jaminan dan kepastian pasar. Ia mencontohkan kelompok usaha yang berhasil menggorganisasi dengan baik adalah Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta atau PASTHY dan Pasar Klitikan atau Pasar Tiban.
Menurut dia, Pasar Klitikan Yogyakarta lambat laun berkembang. Pelaku usahanya berasal dari Yogyakarta, Sleman, Kulonprogo. “Pasar Tiban ini tumbuh dan berkembang tanpa diorganisir,” kata dia.
SHINTA MAHARANI