TEMPO.CO, Banjarmasin - Mendekati pemilu 2014 pada 9 April, berbagai acara kerap disisipi muatan-muatan politis untuk mengarahkan pilihan politik masyarakat. Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Ariffin, tak luput menitipkan pesan kepada ratusan kepala desa untuk mencoblos salah satu calon legislator dalam Sosialisasi UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Kamis 6 Maret 2014.
Di hadapan ratusan kepala desa, Rudy mengatakan bahwa anaknya, Aditia Mufti Ariffin, seorang caleg PPP dari daerah pemilihan I Kalimantan Selatan, kembali maju memperebutkan kursi DPR RI. Saat ini, Aditia duduk di Komisi Hukum DPR. Tidak ketinggalan, Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Nasib Alamsyah, juga dipromosikan oleh Rudy Ariffin. Pada pemilu 2014, Nasib membidik kursi DPD dari Kalimantan Selatan. "Mohon Pak Nasib berdiri. Saya tidak kampanye, hanya mengarahkan saja," kata Rudi disambut gemuruh ratusan kepala desa, Kamis 6 Maret 2014.
Sebelum menghadiri acara, Rudy mengaku sempat disinggung seseorang soal agenda sosialisasi Undang Undang Desa. Mengumpulkan ratusan kepala desa menjelang pemilu, kata Rudy, menimbulkan syak wasangka. Ia mengatakan, "Tadi ada yang bilang, kok tiba-tiba mengumpulkan kades. Ini tidak ada kaitannya dengan pemilu, memang UU ini harus disosialisasikan ke para kades."
Pada 2015 mendatang, Rudy berharap setiap desa di Kalimantan Selatan segera menikmati alokasi anggaran dari APBN dan APBD. Ini menyusul disahkannya UU Desa pada 19 Januari lalu. Setiap desa di Kalimantan Selatan, kata Rudi, diproyeksikan dapat Rp 2 miliar per tahun. Kalimantan Selatan memiliki 1.866 desa dan 143 kelurahan.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Selatan, Azhar Ridhanie, mengatakan tindakan Gubernur Rudy Ariffin diduga melanggar aturan kampanye. Sebab, kata Azhar, kapasitas Rudy Ariffin saat berbicara di forum sebagai gubernur dan diikuti ratusan kepala desa. Bila terbukti melanggar, ia menegaskan gubernur bisa dijerat pasal 299 UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD dan DPD.
"Kami masih menduga ada tindak pidana pemilu, karena butuh penyelidikan lagi. Jika terbukti, hukumannya kurungan 2 tahun dan denda Rp 24 juta. Gubernur harus hati-hati, karena sekarang momen pemilu," kata Azhar.
Disinggung caleg yang dipromosikan bisa juga dijerat pasal pelanggaran pemilu, Azhar belum bisa memastikan. "Prosesnya panjang. Kami harus minta keterangan saksi, terlapor dan pelapornya. Dari situ, kami bisa menilai apakah caleg yang dipromosikan juga melanggar," kata Azhar.
DIANANTA P. SUMEDI