TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa eks Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Jaksa mendakwanya atas keterlibatan dalam kasus korupsi pengucuran Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) untuk Bank Century dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Dalam sidang pembacaan dakwaan, jaksa K.M.S.A. Roni menyebutkan bahwa perbuatan melawan hukum dalam pengucuran FPJP dilakukan bersama-sama dengan Gubernur BI saat itu, Boediono, yang kini menjabat Wakil Presiden. Selain itu, ada Deputi Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom, Deputi Gubernur BI Siti Chalimah Fadridjah, dan mendiang Deputi Gubernur BI S. Budi Rochadi. (Baca: Jaksa: BI Tutup-tutupi Borok Century Sejak 2005)
Dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik, Budi Mulya juga didakwa melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama tiga Deputi Gubernur BI, yakni Hartadi A. Sarwono, Muliaman D. Hadad, dan Ardhayadi Mitroatmodjo, serta Sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) Raden Pardede. (Baca: Budi Mulya Didakwa Korupsi Bersama Boediono)
Ketua KSSK Sri Mulyani Indrawati, yang juga menteri keuangan saat itu, tak disebut ikut bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum ini. "Nama yang sudah dicantumkan bersama-sama karena mereka memutuskan. Kedua, karena nawaitu (niat) pencairan uang itu dari BI," kata jaksa Roni ketika ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 6 Maret 2014. (Baca: Bambang Widjojanto: Banyak yang Politisasi Kasus Century)
Sebelumnya, pada Oktober 2008, pemilik Bank Century Robert Tantular dan Direktur Utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim beberapa kali meminta bantuan likuiditas dari Bank Indonesia. Namun permintaan ini beberapa kali ditolak oleh Direktur Pengawasan Bank 1 Zainal Abidin dengan alasan bantuan likuiditas tak bisa menyelesaikan persoalan Bank Century yang bersifat struktural.