TEMPO.CO , Jakarta: Rugi seolah tak lepas membayangi PT PLN (Persero). Selama beberapa periode, neraca keuangan produsen setrum milik negara ini selalu merah lantaran berbagai sebab, salah satunya karena kurs rupiah yang melemah.
Berdasarkan laporan keuangan PLN, kerugian terbesar perusahaan itu terjadi pada 2013 sebesar Rp 29,57 triliun. Nilai kerugian terbesar berikutnya pada 2000 sebesar Rp 24,61 triliun. Adapun pada 1998 PLN merugi Rp 9,2 triliun, dan pada 1999 PLN rugi sebesar Rp 11,37 triliun. (Baca: Rupiah Melemah, PLN Rugi Rp 29,6 Triliun).
Sepanjang 2013, kurs rupiah terhadap dolar Amerika melemah 26 persen. Dampaknya, PLN rugi kurs Rp 48 triliun atau melonjak 713,5 persen dari Rp 5,94 triliun pada 2012. Selain itu, tahun lalu beban keuangan PLN naik 22,3 persen menjadi Rp 30,1 triliun.
Direktur Utama PLN, Nur Pamudji, menyatakan rugi kurs itu seiring dengan tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS, yen Jepang, dan euro pada tahun lalu. Dengan mengacu nilai kurs per 25 Februari 2014, nilai liabilitas moneter bersih dalam mata uang asing PLN per Desember 2013 sebesar Rp 12,18 triliun. “Sebanyak 99 persen liabilitas moneter kami dalam dolar AS dan yen,” ujarnya. (Baca: Rugi Besar, DPR Akan Panggil Bos PLN).
Margin laba bersih PLN pernah mencapai 10,05 persen pada 2010 dengan membukukan laba Rp 10,34 triliun. Namun kemudian terus menurun menjadi 4,81 persen pada 2011 dan 2,53 persen pada 2012.
Untuk diketahui, pada 2013 DPR melalui Komisi VII menyetujui usulan perubahan margin laba PLN dalam RAPBN-P menjadi 7 persen. Dalam rapat pembahasan dan penetapan margin serta subsidi listrik disepakati bahwa nilainya naik dari Rp 14,84 triliun menjadi Rp 15,74 triliun.
ANANDA PUTRI
Berita Terpopuler
Diusir Mahasiswa Bandung, Prabowo Kecewa Berat
Pelawak Jojon Tutup Usia
Alasan Mahasiswa Usir Prabowo dari Hotel Savoy
Penembak Kucing Dipecat dari Tempatnya Bekerja