TEMPO.CO , Jakarta:Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat permintaan semen nasional pada Februari lalu hanya tumbuh 1,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. “Penjualan semen Februari tercatat 4,47 juta ton,” ujar Ketua ASI Widodo Santoso kepada Tempo, Selasa, 11 Maret 2014.
Sedangkan untuk triwulan I, kata Widodo, angka penjualan diprediksi hanya naik 2-3 persen dari angka pada 2013 sebanyak 58,5 juta ton. “Permintaan dari Indonesia timur turun drastis 29,5 persen menjadi 93 ribu ton,” ucapnya. (baca juga:Apa Efek Beras Vietnam Berklorin pada Kesehatan)
Menurut Widodo, penurunan permintaan yang drastis di Nusa Tenggara dan Papua dipicu oleh maraknya semen impor. Saat ini produsen semen dari negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam, mengalami kelebihan kapasitas. Akibatnya, banyak semen dari kedua negara tersebut yang mengalir ke Indonesia. “Penerapan peraturan menteri mengenai impor semen belum efektif,” ujarnya.
Pada Desember 2013, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Semen Clinker dan Semen. Aturan itu mengharuskan importir memiliki izin importir terdaftar semen untuk kemudian mendapatkan persetujuan impor. Untuk bisa mendapatkan izin itu, persyaratannya ketat, yakni perlu mendapat rekomendasi impor semen dari Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian. (baca:Petani Brebes Terjepit Bawang Impor)
Aturan ini, kata Widodo, bertujuan menahan impor semen. “Impor diprioritaskan untuk pabrik semen yang sedang membangun pabrik baru sebagai premarketing. Trader yang hanya cari untung tapi tidak mau investasi pabrik semen, ya, tidak boleh impor,” ujarnya. Ia memprediksi aturan ini baru berfungsi efektif beberapa bulan lagi.
Manajer Komunikasi PT Holcim Indonesia Tbk Diah Sasanawati sebelumnya berharap kebijakan larangan impor semen dapat meningkatkan investasi industri semen dalam negeri. Sebab, investor asing tidak lagi bisa dengan mudah mengekspor semen ke Indonesia, tapi membangun pabrik semen. “Dengan begitu, konsumen semakin punya banyak pilihan. Hal itu akan semakin menantang Holcim untuk mengembangkan produk kami,” katanya akhir pekan lalu.
Selain faktor semen impor, Widodo menambahkan, tipisnya angka kenaikan permintaan semen disebabkan oleh hujan yang masih banyak turun di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, erupsi Gunung Kelud menjadi pemicu rendahnya permintaan semen pada Februari. “Persiapan pemilu juga membuat permintaan tertahan karena banyak kesibukan lain di luar proyek infrastruktur,” ucapnya.
Selama Februari, ASI mencatat Pulau Jawa menjadi konsumen terbesar dengan permintaan 2,46 juta ton atau naik 3,4 persen dibanding tahun lalu. Permintaan terbesar kedua berasal dari Pulau Sumatera dengan jumlah 946 ribu ton. Permintaan dari Kalimantan dan Sulawesi masing-masing 345 ribu ton dan 335 ribu ton. Adapun permintaan dari Bali dan Nusa Tenggara turun 12 persen menjadi 284 ribu ton.
ASI memprediksi angka penjualan tahun ini naik 5-6 persen dibanding tahun lalu, yaitu mencapai 62 juta ton. Adapun ekspor diprediksi mencapai 1,5-2 juta ton.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat memperkirakan tahun ini kebutuhan semen secara nasional meningkat 8-10 persen, yakni 64 juta ton. Pada 2013, kebutuhan semen nasional mencapai 58,5 juta ton, naik 6 persen dari 2012 sebesar 54,9 juta ton.
Adapun analis Trust Securities, Reza Priyambada, memprediksi kinerja industri semen melambat. Alasannya, industri properti yang menjadi pasar utama semen juga akan meredup, sementara anggaran infrastruktur pemerintah tak banyak berubah. “Ada kemungkinan industri semen hanya akan tumbuh sekitar 5 persen,” katanya. ANANDA
RACHMA TRI WIDURI | TERESIA | NURUL MAHMUDAH
Terpopuler
- Begini, Cara Mengenali Beras Impor Berklorin
- Tommy Soeharto Buka Hotel Syariah
- Jawa Timur Dorong Transaksi Perdagangan Elektronik
- Bisnis Air Minum, Unilever Beli Perusahaan Cina