TEMPO.CO , Jakarta:Seniman senior Astari, 61 tahun, masih tampak energik. Mengenakan gaun mini bermotif geometrik warna biru, putih dan abu-abu, ia tampak menawan. Rambut ikalnya dikuncir kuda dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang bangir. "Saya masih suka jalan dan berkegiatan. Saat ini saya ikut dalam pameran Art for Cancer yang berlangsung tanggal 13 hingga 30 Maret di Musium Seni Rupa dan Keramik," katanya pada Tempo, Kamis, 13 Maret.
Di kesempatan itu Sri Astari Rasyid--nama tulennya--menceritakan tentang karyanya kali ini: busana perempuan Jawa (kebaya). Busananya itu dikenakan tujuh wayang orang cantik yang berada di museum. Sebagai perempuan Jawa, ia mengaku memberi perhatian khusus pada kedudukan perempuan dalam budayanya.
Meski kebaya terkesan jadul, Alumni Sastra Inggris Universitas Indonesia tahun 1973 ini mengatakan mengemas karyanya dengan semangat kekinian. Sehingga tradisi dan budaya terkini menyatu dalam karya yang kontemporer. "Busana perempuan Jawa yang dikenakan wayang perempuan ini terkait isu personal yang bila ditarik lebih luas menjadi isu global," katanya.
Astari tidak menganggap bahwa kebaya hanya sebagai simbol keanggunan saja. Ada nilai-nilai kepatuhan, kehalusan, dan tindak tanduk wanita di dalamnya, selain tentunya juga kesederhanaan. "Kalau dimaknakan represi, akhir-akhir ini kebaya dalam karya saya adalah sebagai perlindungan bagi keutuhan diri perempuan," ujarnya.
HADRIANI P