TEMPO.CO , Jakarta - Efek pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau Jokowi, sebagai presiden juga mulai memudar di pasar valuta asing. Rupiah kini bergerak turun lantaran isu kenaikan suku bunga di Amerika Serikat. (Baca : Rupiah Tertahan Isu Kenaikan Suku Bunga AS)
Dalam perdagangan mata uang, Selasa, 18 Maret 2014, rupiah terdepresiasi 36,3 poin (0,32 persen) ke level 11.328 per dolar Amerika. Sepanjang perdagangan, efek euforia pencalonan Joko Widodo sebagai presiden dan referendum di Crimea yang berjalan damai membuat rupiah berada dalam tren positif dan bergerak di kisaran 11.280 per dolar. (Baca : Rupiah Menguat Tanpa Faktor Jokowi).
Sayang, kuatnya pembicaraan mengenai kemungkinan bank sentral Amerika (The Fed) menyusun rencana perubahan suku bunga membuat rupiah berbalik arah. Analis pasar uang Lindawati Susanto mengakui rencana penyesuaian suku bunga The Fed tersebut membuat pasar mata uang negara berkembang cemas. Alasannya, hal itu potensial mengganggu ketersediaan likuiditas dolar Amerika di dalam negeri.
Karakter mata uang yang kuat dan berlaku di seantero jagat membuat siapa pun akhirnya selalu tertarik pada investasi keuangan di Amerika. “Jika suku bunga Amerika yang saat ini masih berada di level 0-0,25 persen dinaikkan, investor global dipastikan mulai berbondong-bondong masuk ke sana,” katanya. (Baca : Rupiah Hari Ini Diprediksi Melemah).
The Fed dikabarkan akan mengesampingkan indikator tingkat pengangguran untuk mulai mengubah suku bunga acuan. Tingkat pengangguran sebesar 6,5 persen dianggap The Fed tak lagi menggambarkan pengurangan pengangguran yang sebenarnya. The Fed pun berusaha menyesuaikan angka suku bunga acuan 0-0,25 persen, yang berlangsung sejak Desember 2008. “Dengan sesuatu alasan, The Fed bisa saja mengubah suku bunga acuan,” Linda menambahkan.
Efek Jokowi yang dianggap sudah berakhir membuat dukungan positif terhadap laju rupiah berkurang. Pada hari ini, Rabu, 19 Maret 2014, rupiah pun mungkin akan bergerak melemah dalam kisaran 11.300-11.400 per dolar Amerika. “Kelanjutan tapering off (penghentian pembelian obligasi) dan kenaikan suku bunga Amerika berpeluang menguatkan nilai dolar,” tuturnya.
MEGEL JEKSON
Berita Terpopuler
Inikah 'Pilot Bayangan' dalam Penerbangan MH370?
Mengapa Sinyal Darurat Malaysia Airlines Tak Aktif
Anggun dan Andien di Pernikahan Anak Sekretaris MA
Kopilot MH370 Berencana Nikahi Pilot AirAsia