TEMPO.CO , Jakarta- Komisi Nasional Perempuan mengatakan calon anggota legislatif perempuan sulit memenuhi affirmative action atau kuota 30 persen di parlemen Senayan. Kebijakan kuota bagi perempuan agar bisa masuk ke parlemen melalui calon legislator diatur dalam Undang-Undang Pemilu Pasal 65 ayat 1. (baca: Noriyu Anggap Kuota Perempuan Cuma Formalitas)
"Implementasinya belum ada. Belum ada langkah partai untuk memenuhi kuota ini,"kata anggota Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan, Saur Tumiur Situmorang, dalam diskusi bertajuk Perempuan Kemandirian Pangan, Pemilu dan Media, Selasa, 18 Maret 2014 di Cikini, Jakarta Pusat.
Menurut Saur, sulitnya perempuan mengisi kuota 30 persen parlemen karena pemerintah tidak sungguh-sungguh memantau implementasi Undang-Undang Pemilu. Pemerintah dinilai tidak serius memastikan terpenuhinya kuota 30 persen perempuan untuk memasuki parlemen. Peran perempuan, kata Saur, sangat penting di parlemen agar mereka bisa mengambil kebijakan yang lebih kondusif bagi perempuan. (Baca: KPU Coret Partai yang Tak Penuhi Kuota Perempuan)
Selain pemerintah dinilai tak serius, partai pun tidak sepenuhnya memberikan pendidikan politik bagi kader perempuan. Selain itu, kaum perempuan juga terkendala biaya untuk menjadi calon legislator. Dengan melihat biaya politik yang besar walaupun seseorang mampu, ia menjadi tidak berani maju untuk mencalonkan diri.
"Kurangnya kuota ini malah jadi seperti pembiaran. Walaupun dalam partai tertentu ada yang sudah memenuhi kuota 30 persen, pengambilan keputusan tetap oleh laki-laki,"katanya.
APRILIANI GITA FITRIA
Berita Lainnya:
Plin-plan Soal MH370, Malaysia Diejek Publik Cina
Jokowi Koreksi Menteri Chatib Soal PAD DKI
Jokowi Ajak Lawan Politiknya Adu Gagasan