TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi menolak menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas suara minimal untuk mencalonkan presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Uji materi undang-undang ini dimohon oleh Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra. Menurut MK, semua permohonan yang diajukan Yusril tak beralasan menurut hukum.
"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di MK, Kamis, 20 Maret 2014.
Dalam permohonannya, Yusril meminta panel hakim menguji beberapa pasal, yakni Pasal 3 ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Yusril merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya sebagai calon presiden dari PBB lantaran partai yang mengajukan calon presiden harus mengantongi minimal 20 persen kursi di parlemen nasional. Yusril menganggap keempat pasal itu bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut menyatakan setiap parpol berhak mengajukan capresnya tanpa persyaratan.
Menanggapi putusan itu, Yusril menyebut alasan MK ganjil dengan mengatakan gugatannya disebut tak beralasan menurut hukum. Namun Yusril enggan mengambil langkah selanjutnya. "Biar saja, biar presiden terpilih nanti digugat lantaran tak ada landasan konstitusionalnya," ujarnya setelah menjalani persidangan di MK.
Sebelumnya, pada Januari lalu, MK telah memutuskan pemilu legislatif dan presiden diadakan serentak mulai Pemilu 2019.
AMRI MAHBUB
Topik terhangat:
Kampanye 2014 | Jokowi Nyapres | Malaysia Airlines | Pemilu 2014 | Kasus Century
Berita terpopuler lainnya:
Subsidi Membengkak, Hatta: RFID Omong Doang!
Ini Spesifikasi Samsung Galaxy S5 di Indonesia
Bali, Obyek Wisata yang Paling Disukai Warga Rusia