TEMPO.CO, Yogyakarta: Kelompok Kerja untuk Daya Saing Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM) merilis data indeks mengenai tingkat kualitas pembangunan Indonesia yang masih rendah di level dunia. Koordinator tim perumus indeks itu, Ahmad Akbar Susamto, mengatakan daya saing Indonesia dibanding 50 negara ada di peringkat 44. "Kami mengukurnya dari sembilan indikator dan memakai perspektif berbeda dari penilaian lembaga-lembaga asing," kata dia seusai diskusi peluncuran laporan "Catch Up: Seberapa Jauh Indonesia Memiliki Bekal Mengejar Negara-Negara Maju?" pada Kamis, 20 Maret 2014.
Menurut Ahmad, peringkat daya saing Indonesia juga masih berada di bawah empat negara lain di Asia Tenggara, yakni Singapura, Thailand, Malaysia dan Vietnam. "Indonesia Hanya mengungguli Filipina," kata dia.
Ahmad menyatakan Kelompok Kerja untuk Daya Saing Indonesia, UGM memakai sembilan indikator untuk menentukan peringkat ini. Dia mencontohkan, Indonesia menempati urutan peringkat daya saing ke 47 di indikator kualitas infrastruktur, teknologi dan inovasi. "Hanya lebih baik dari India, Kenya dan Nigeria," kata Ahmad.
Dia menambahkan peringkat daya saing Indonesia agak lebih baik di indikator kualitas kapasitas kelembagaan, makro ekonomi dan dunia usaha, yakni masing-masing di posisi ke-37, 36 serta 30. Namun, menurut Ahmad peringkat lumayan baik ini juga layak dikritisi dengan tujuan agar ada perbaikan kebijakan.
Ahmad menyatakan peringkat daya saing Indonesia paling baik di indikator kemandirian. Dia menjelaskan alasan kesimpulan itu karena jumlah hutang luar negeri milik pemerintah tidak terlampau jauh berjarak dari nilai Produk Domestik Bruto. "Suara Indonesia di PBB juga masih kuat," kata dia.
Pengukuran peringkat daya saing Indonesia ini berbeda dari laporan serupa yang biasanya dikeluarkan oleh World Economic Forum atau World Competitive Center. Menurut Ahmad, perbedaan bukan hanya dari segi jenis indikator tapi juga perspektif dalam memaknainya. Indikator kemandirian tidak ada di laporan dua lembaga itu.
Menurut Ahmad laporan ini merupakan rekomendasi bagi pemerintah baru pasca pemilu. Rekomendasi seperti ini, dia menambahkan, berguna untuk panduan kebijakan ekonomi pemerintah yang bisa berjangka panjang. "Agar tidak selalu muncul dari proses politik," kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Terpopuler:Indonesia Tidak Akui Referendum CrimeaMH370 'Sembunyi' di Balik Pesawat Lain?
Bukti-bukti Brigadir Susanto Habisi AKBP Pamudji