TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Ari Dwipayana, mengatakan perjanjian Batutulis lemah karena tidak memiliki landasan hukum. "Perjanjian ini dilakukan antarindividu dan tidak diketahui oleh sekretaris jenderal masing-masing partai," ujar Ari ketika dihubungi Tempo, Rabu, 19 Maret 2014. (baca: Isi Lengkap Perjanjian Batu Tulis)
Menurut Ari, secara substansi, perjanjian itu sesungguhnya telah gugur karena dilakukan dalam konteks Pemilu 2009. (baca juga: Mega-Prabowo Gagal 2009, Risalah Batu Tulis Gugur)
Adapun poin ketujuh yang selalu dipermasalahkan Prabowo berbunyi Mega akan mendukung pencalonan Prabowo sebagai presiden pada Pemilu 2014, menurut Ari, juga sesuai dengan konteks Pemilu 2009. "Itu saling berkaitan, tidak bisa dilepas satu-satu, jadi gugur dengan sendirinya," katanya. (baca: Di Batu Tulis, Prabowo Punya 10 Jatah Menteri)
Menurut Ari, ini adalah manuver politik Prabowo untuk kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Prabowo ingin menonjolkan kesan tidak amanat pada Joko Widodo yang belum menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta tapi mencalonkan diri sebagai presiden. Juga kepada Megawati yang melupakan perjanjian keduanya. "Ini salah satu cara men-downgrade PDIP," kata ujarnya. (baca: Prabowo Curhat Soal Perjanjian Batu Tulis)
TIKA PRIMANDARI
Topik terhangat:
Kampanye 2014 | Jokowi Nyapres | Malaysia Airlines | Pemilu 2014 | Kasus Century
Berita terpopuler lainnya:
Kick Andy Pontang-panting Penuhi Order Istana
Mengapa Habibie Yakin Malaysia Airlines Meledak?
Wajarkah SBY Menawar Pertanyaan di Kick Andy?
SBY Tolak Pertanyaan Ini di Kick Andy