TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan potensi penerimaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap keseluruhan penerimaan pajak tidak terlalu besar. Menurut dia, kenaikan pajak terhadap barang mewah lebih dilandasi oleh alasan keadilan terhadap masyarakat pembayar pajak. (baca:Penerimaan Pajak Impor Barang Mewah Merosot)
"Kalau dibilang potensinya besar, relatif terhadap total penerimaan pajak, ya enggak terlalu besar juga," kata Fuad setelah menghadiri peresmian pemanfaatan e-filling kerja sama Bank BRI dengan Ditjen Pajak di gedung BRI, Jakarta, 24 Maret 2014. Dia mengatakan belum dapat menghitung potensi jumlah penerimaan pajak dari penerapan kenaikan pajak barang mewah tersebut karena kenaikan itu baru saja diberlakukan. (baca:Baru 30 Persen Potensi Pajak yang Tergali)
Sampai 28 Februari lalu, jumlah PPnBM mencapai Rp 985 miliar. Nilai itu turun dibanding periode sama tahun 2013 yang mencapai Rp 1,15 triliun.
Menurut Fuad, kenaikan pajak penjualan barang mewah untuk kendaraan bermotor dari 75 persen menjadi 125 persen diberlakukan untuk memenuhi aspek keadilan. Orang-orang yang mampu menggunakan mobil mewah, kata dia, harus membayar pajak lebih besar dari orang kebanyakan.
Dia menambahkan, pengintensifan penerimaan pajak tidak hanya dilakukan melalui kenaikan PPnBM. "Tapi juga pada upaya ekstensifikasi pajak, sehingga semakin banyak orang yang tidak dapat lagi lolos dari kewajiban membayar pajak."
MAYA NAWANGWULAN
Berita Terpopuler:
Pilot MH370 Sempat Terima Telepon Wanita Misterius
Jokowi Masuk 50 Pemimpin Terhebat Versi Fortune
Bikin Bahtera ala Nabi Nuh, Siapa Kiai Bajigur?
Ruhut: Salah Pilih, Pengacara Jerumuskan Anas
Mulai 24 Juni 2014, Bungkus Rokok Ada Gambar Ini