TEMPO.CO, Semarang - Mata Mbah Kemi berkaca-kaca saat memandang foto anaknya, Satinah. Tatapan matanya kosong, mengharap agar anaknya itu bisa pulang terselamakan dari hukuman pancung di Arab Saudi.
"Saya hanya bisa berdoa," kata Kemi dalam bahasa Jawa di rumahnya, Dusun Mrunten Wetan, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Selasa, 25 Maret 2014.
Hawa dingin udara Pegunungan Ungaran tak bisa mengobati keresahan keluarga. Di dalam rumah, para anggota keluarga murung, tak ada keceriaan sama sekali. Maklum, 5 April mendatang adalah batas akhir pembayaran diyat (uang ganti rugi) untuk menyelamatkan nyawa Satinah dari hukuman pancung. Rumah Satinah terletak di lereng Gunung Ungaran. Rumahnya berdinding tembok dengan lantai keramik.
Foto Sutinah menjadi satu-satunya obat rindu bagi Mbah Kemi dan keluarga. Sudah delapan tahun ini anaknya tak bisa pulang ke Ungaran gara-gara dihukum penjara dengan dakwaan membunuh majikannya. Satinah adalah anak terakhir dari enam saudara.
Meski sudah pernah berkeluarga, Satinah belum punya rumah. Ia masih tinggal di rumah ibunya. Selain Kemi, masih ada enam orang yang tinggal di rumah ini, yakni keluarga Paeri, kakak Sutinah. Ekonomi keluarga ini ditopang Paeri, yang kesehariannya bekerja jual-beli televisi bekas. Sedangkan istri Paeri, Lastri, bekerja serabutan.
Baca Juga:
Lastri menyatakan keluarga sudah pasrah atas nasib Satinah. Aset keluarga tak mungkin bisa menutup pembayaran diyat Rp 21 miliar. Pemerintah pusat sudah membantu Rp 12 miliar, sehingga masih kurang Rp 9 miliar.
Satinah pernah membangun rumah tangga bersuami Ruli dengan hasil satu anak bernama Nur Afriani. Namun hubungan Satinah-Ruli kandas di tengah jalan.
Sejak kecil, Satinah sudah membanting tulang bekerja di berbagai tempat. Pada 2002, Satinah nekat pergi ke Arab Saudi menggunakan jasa PT Djamin Harapan Abadi. Pada 2004, Satinah sempat pulang ke Indonesia. Pada tahun yang sama, Satinah pergi lagi ke Arab hingga 2006. Setelah itu, Satinah berangkat lagi ke Arab Saudi. Nah, kepergian yang ke tiga kali inilah Satinah belum pernah pulang lagi ke Indonesia. Sebab, pada 2007 dia diadili karena didakwa membunuh majikannya.
Menurut Lastri, Satinah hanya membela diri. Sebab, majikan Satinah sangat kasar. "Kalau salah bekerja sedikit saja langsung dipukul," kata Lastri menirukan ucapan Satinah.
Suatu ketika, Satinah membuat roti. Saat mendapatkan kekerasan dari majikannya, Satinah yang membawa alat pembuat roti membalas. Alat tersebut dipukul ke majikannya. Setelah itu, Satinah panik dan lari. (Baca: Di Pengadilan, Satinah Mengaku Bunuh Majikannya)
"Di tengah situasi panik, Satinah membawa tas. Ternyata, tas ini ada uangnya banyak," kata Lastri. Satinah pun naik taksi. Ternyata sopir taksi malah membawa Satinah ke kantor polisi sehingga dirinya ditangkap. Saat itul, Satinah langsung ditahan. (Baca juga: Bantu Satinah, Pemerintah Bujuk Keluarga Majikan)
ROFIUDDIN
Terpopuler:
MH370 Jatuh, Seluruh Awak dan Penumpang Tewas
Jatuhnya MH370 Diungkap Satelit Inggris
Pernyataan Lengkap PM Malaysia Soal MH370