TEMPO.CO, Malang - Ketua Komisi III DPR yang maju lagi sebagai calon legislator dari Partai Demokrat, Pieter C. Zulkifli Simaboea, merasa difitnah dalam unjuk rasa di Jalan Panji, depan kantor Komisi Pemilihan Umum Malang, Kecamatan Kepanjen, pada Selasa siang, 25 Maret 2014. Atribut kampanyenya dibakar massa yang menamakan diri Elemen Kepemudaan Malang Raya. Sebab, Pieter dianggap menistakan agama.
Pieter membantah tudingan dirinya telah menistakan agama Islam dengan menuliskan lafal bismillah (bismillahir-rahmanir-rahim) beraksara Arab pada poster dan baliho. Meski seorang Nasrani, pada Pemilihan Umum 2009, Pieter mengaku didukung ribuan orang dari bermacam agama, sehingga ia bisa berkantor di Senayan, Jakarta. “Saya orang Nasrani, tapi saya lahir dan besar dari keluarga besar Islam,” kata Pieter kepada Tempo melalui telepon.
Ia mengaku ayah dan saudara-saudaranya muslim, sehingga mustahil baginya sengaja menistakan agama yang juga dianut keluarga besarnya. Ia sengaja menuliskan ucapan bismillahirrahmanirrahim dengan tujuan agar apa yang ia usahakan mendapat kesempurnaan dan barakah, sebagaimana diajarkan ayahnya sejak kecil.
Lagi pula, kata Pieter, dirinya sudah memerintahkan tim suksesnya untuk menurunkan semua poster dan baliho yang menggunakan tulisan Arab bismillah sejak tiga pekan lalu. “Saya kira masalahnya sudah beres setelah diturunkan,” katanya.
Sebagai Ketua Komisi III DPR yang membidangi hukum, hak asasi manusia, dan keamanan, ia mengaku sudah memperjuangkan aspirasi masyarakat Malang Raya.
Pieter menilai aksi unjuk rasa dilatari konspirasi besar untuk menghabisi karier politiknya. Konspirasi ini diduga melibatkan banyak pelaku, baik internal Partai Demokrat maupun lawan politik dari partai lain. “Konspirasi ini seharusnya dan secepatnya dibongkar. Tuduhan itu sungguh tak berdasar,” ujarnya.
Sebelumnya, sekitar 500 orang yang mengatasnamakan Elemen Kepemudaan Malang Raya berunjuk rasa mengecam dan meminta Pieter dicoret dari daftar calon legislator karena dianggap melecehkan agama dan umat Islam. Pendemo menumpang 14 truk dan belasan sepeda motor. Meski bernama Elemen Kepemudaan, aksi unjuk rasa juga diikuti puluhan ibu-ibu.
Muhlis Ali, yang jadi koordinator pendemo, menegaskan aksi demo mereka tidak ditumpangi kepentingan politik siapa pun, tapi murni untuk menindaklanjuti keresahan masyarakat yang merasa dilecehkan Pieter. “Sebagai orang nonmuslim, dia tak layak menggunakan kata-kata milik umat Islam, dan itu kami anggap sebagai bentuk pembohongan publik,” kata Muhlis, yang juga bekas Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.
Muhlis berharap caleg nonmuslim janganlah menggunakan simbol-simbol Islam untuk tujuan politik.
ABDI PURMONO