TEMPO.CO , Yogyakarta: Angka bunuh diri di Indonesia tergolong tinggi, sebanding dengan Jepang. Pada peringkat angka bunuh diri seluruh dunia, Indonesia dan Jepang menempati posisi yang sama di urutan kesembilan. Di Indonesia, angka bunuh diri diperkirakan setiap tahun mencapai 50 ribu orang dari 220 juta total penduduk Indonesia.
Meski berada pada peringkat yang sama, tapi alasan orang untuk bunuh diri di Indonesia dan Jepang berbeda. Di Jepang ada budaya harakiri, yakni menusuk perut sendiri dengan senjata tajam hingga mati. Ini mereka lakukan sebagai bagian dari kuatnya budaya malu di Jepang. "Misalnya ada pejabat yang ketahuan korupsi, biasanya untuk menutupi perasaan malu, mereka bunuh diri," kata Guru Besar bidang psikiatri Universitas Sebelas Maret Syamsul Hadi, dalam seminar berjudul "Meningkatkan Kepedulian terhadap Gangguan Bipolar di Indonesia" di Hotel Grand Aston, Yogyakarta, Selasa, 25 Maret 2014.
Sedangkan di Indonesia, alasan paling dominan bunuh diri adalah faktor sosial dan ekonomi. Ada juga faktor depresi yang memicu orang nekat bunuh diri. Syamsul menyatakan tanda-tanda orang yang berpotensi bunuh diri bisa dikenali. Beberapa di antaranya berbicara tentang bunuh diri, selalu berbicara atau berpikir tentang kematian, membuat komentar tentang menjadi putus asa, tidak berdaya, atau tidak berharga. Tanda yang lain adalah orang mengatakan "akan lebih baik jika aku tidak ada di sini" atau "aku ingin keluar". (Baca: Kemiskinan Penyebab Bunuh Diri di Gunungkidul)
Syamsul juga mengajak orang untuk tahu tentang memburuknya keadaan depresi, mengalami rasa "ingin mati", dan menguji nasib dengan mengambil risiko yang mengakibatkan kematian, "Misalnya ada orang yang berusaha menerobos lampu merah. Padahal, dari arah berlawanan banyak kendaraan," kata dia.
SHINTA MAHARANI
Terpopuler:
MH370 Jatuh, Seluruh Awak dan Penumpang Tewas
Jatuhnya MH370 Diungkap Satelit Inggris
Pernyataan Lengkap PM Malaysia Soal MH370