TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meneken dan mengirim surat kepada pemerintah Arab Saudi untuk memperpanjang masa batas waktu pembayaran diyat atau uang pengganti hukuman bagi tenaga kerja Indonesia bernama Satinah binti Jumadi Amhad.
SBY juga mengklaim akan mengirim surat kepada Raja Arab Saudi Abdullah untuk membantu proses negosiasi dengan keluarga majikan Satinah. "Surat perpanjangan sudah kita berikan. Hari ini saya akan teken surat untuk minta lagi pembicaraan dengan keluarga Satinah," kata SBY dalam rapat kabinet terbatas, Rabu, 26 Maret 2014. (Baca: Dana Peduli Satinah Terkumpul Rp 103 Juta).
SBY mengklaim akan terus berupaya membela seluruh warga negara Indonesia yang berhadapan dengan hukuman mati di luar negeri, tak hanya TKI. Akan tetapi, ia menyatakan setiap WNI juga harus menjaga sikap selama bekerja atau berada di negera lain sehingga tak terlibat masalah hukum. (Baca: Cegah Eksekusi Satinah, SBY Surati Raja Saudi).
Satinah bekerja sebagai penata laksana rumah tangga di Al Gaseem, Arab Saudi. Ia mendapat vonis kisas atau pancung pada 13 September 2011 lalu karena membunuh majikannya, Nura Al Garib, pada 2007. Ia juga mengambil uang majikannya 38 ribu riyal saat melarikan diri. "Kita telah lakukan segala upaya untuk pengampunan, paling tidak pembatalan hukuman mati. Bahkan saya sering menelepon untuk minta itu. Padahal saya tahu hukuman mati."
Pengadilan Arab Saudi mengharuskan Satinah membayar diyat 7 juta riyal atau Rp 21 miliar agar dapat dibebaskan dari hukuman mati. Satinah diberikan batas waktu pembayaran hingga 3 April mendatang. (Baca: Di Pengadilan, Satinah Mengaku Bunuh Majikannya).
Namun pemerintah Indonesia hingga saat ini hanya sanggup membayar 4 juta riyal, terdiri atas 3 juta riyal dari Kementerian Luar Negeri, 500 ribu rial dari Asosiasi Perusahaan Tenaga Kerja Indonesia, dan sumbangan masyarakat Arab 500 ribu riyal. "Harganya telampau tinggi di atas Rp 20 miliar. Saya perlu tahu apa kita harus terus berikan penebusan? Mari kita bicarakan."
FRANSISCO ROSARIANS