TEMPO.CO, Malang - Pengusaha Aburizal Bakrie mengklaim telah memenuhi kewajibannya membayar tanah dan bangunan milik korban semburan lumpur Lapindo. Menurut dia, kewajiban PT Lapindo Brantas adalah membayar di dalam wilayah peta terdampak lumpur. Adapun di luar area peta terdampak, pembayarannya menjadi kewajiban negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Keputusan Mahkamah Agung, Lapindo tidak bersalah," kata Aburisal seusai kampanye Partai Golkar di Malang, Kamis, 27 Maret 2014.
Menurut dia, keputusan Mahkamah Agung sudah tepat. Meski berkukuh tidak bersalah, Ketua Umum Partai Golkar yang akrab disapa Ical ini mengaku bahwa Kelompok Bakrie telah mengeluarkan anggaran besar untuk membayar korban lumpur Lapindo. "Bukan ganti rugi, tapi jual-beli aset berupa tanah dan bangunan," katanya.
Rabu kemarin, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi korban semburan lumpur Lapindo di area peta terdampak. Menurut Mahkamah, Pasal 9 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Dalam putusan itu, pemerintah diminta turun tangan dan menjamin pembayaran ganti rugi korban semburan lumpur Lapindo di wilayah peta terdampak. Selain itu, pemerintah diminta mendesak PT Minarak Lapindo Jaya segera melunasi ganti rugi kepada warga yang belum selesai sejak lumpur menyembur delapan tahun lalu.
"Negara dengan kekuasaan yang ada padanya harus dapat menjamin dan memastikan pelunasan ganti kerugian sebagaimana mestinya terhadap masyarakat di dalam wilayah peta area terdampak oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu," kata hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar saat membacakan putusan.
EKO WIDIANTO