TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Charta Politica Yunarto Wijaya menilai putusan Mahkamah Konstitusi tentang ganti rugi korban semburan lumpur Lapindo akan menjadi pekerjaan rumah baru bagi partai Golkar. Apalagi putusan ini dibuat dua minggu sebelum pemilihan legislator digelar.
“Keputusan ini mempertegas stigma negatif tentang keterlibatan Aburizal dalam kasus Lapindo,” kata Yunarto saat dihubungi, Kamis, 27 Maret 2014.
Menurut Yunarto, kasus lumpur Lapindo sebenarnya bukan isu baru yang dikaitkan dengan partai Golkar. Sebagai pemilik PT Minarak Lapindo Jaya, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie sering dikaitkan dengan semburan lumpur dan kewajiban bertanggung jawab terhadap akibat semburan lumpur di Porong, Sidoarjo. Namun, selama ini Aburizal selalu mengklaim sudah bertanggung jawab dan berusaha memberi ganti rugi.
Berbeda dengan klaim Aburizal, putusan MK yang dibacakan hakim Patrialis Akbar justru menyatakan sebaliknya. MK mengabulkan permohonan korban yang menyatakan belum menerima ganti rugi yang sesuai dari PT Minarak Lapindo. “Putusan ini menegaskan anggapan negatif terhadap Lapindo.”
Putusan MK ini, kata Yunarto, juga berpotensi dimanfaatkan oleh lawan politik untuk memperburuk citra Golkar dan Aburizal. Meskipun begitu, sentimen itu tak akan terlalu berpengaruh terhadap elektabilitas Golkar dan Aburizal. Alasannya, kata Yunarto, kasus lumpur Lapindo ini sudah lama terjadi dan sudah melekat pada Golkar.
Kemarin MK mengabulkan uji materi korban semburan lumpur Lapindo Sidoarjo di area peta terdampak. Menurut Mahkamah, Pasal 9 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Dalam putusan itu, pemerintah diminta turun tangan dan menjamin pembayaran ganti rugi korban semburan lumpur Lapindo di wilayah peta terdampak. Selain itu, pemerintah diminta mendesak PT Minarak Lapindo Jaya segera melunasi ganti rugi kepada warga yang belum selesai sejak lumpur menyembur delapan tahun lalu.
"Negara dengan kekuasaan yang ada padanya harus dapat menjamin dan memastikan pelunasan ganti kerugian sebagaimana mestinya terhadap masyarakat di dalam wilayah Peta Area Terdampak oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu," kata hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar membacakan putusan, Rabu, 26 Maret 2014.
IRA GUSLINA SUFA