TEMPO.CO, Bandung - Saat menjabat Wali Kota Bandung, terdakwa Dada Rosada pernah memimpin sebuah rapat pengurusan banding kasus para terdakwa korupsi dana bantuan sosial di Pengadilan Tinggi Bandung. "Pak Wali Kota menulis di papan tulis tentang kemungkinan vonis untuk para terdakwa (bansos di tingkat banding)," kata bekas Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Kamis, 27 Maret 2014.
Menurut Edi, dirinya diundang ke rapat yang digelar di Pendopo Kota Bandung setelah vonis 1 tahun penjara dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung pimpinan Setyabudi Tejo Cahyono. Rapat tersebut juga para pejabat Kota Bandung lainnya.
"Pak Wali Kota saat itu juga menulis kemungkinan terdakwa dibebaskan di tingkat banding karena kerugian negara sudah dikembalikan, vonis minimal hingga maksimal," kata Edi.
Edi mengaku saat itu dirinya tak sepakat dengan bosnya. "Saya katakan lebih baik vonis para terdakwa antara minimal dan maksimal. Kalau bebas nanti malah KPK turun tangan mengusut," ujarnya.
Demi pengurusan kasus bansos di pengadilan tingkat pertama dan banding, Edi urunan duit untuk menyuap hakim. Dada juga menyuruh Herry Nurhayat--kini terpidana--untuk meminjam duit kepada Jefri Sinaga Rp 3,5 miliar. "Saya tahu bahwa mempengaruhi dan menyuap hakim adalah melanggar hukum," kata Edi.
Adapun dalam sidang yang digelar sebelum sidang terdakwa Edi, majelis pimpinan Hakim Nurhakim maupun jaksa penuntut KPK tak mengungkit ihwal rapat di rumah dinas atau Pendopo Kota kepada terdakwa Dada.
Jaksa penuntut antara lain hanya mengkonfirmasi Dada terkait dengan perintah menyetor duit kepada Toto Hutagalung--kini terpidana kasus suap hakim--dan tujuannya.
Sidang kasus suap hakim dengan terdakwa Dada dan Edi segera memasuki babak baru. Majelis hakim menjadwalkan agar jaksa penuntut membacakan berkas tuntutan atas kedua terdakwa pada sidang pekan depan.
ERICK P. HARDI