TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk serius menangani kasus kekerasan dan kekejaman terhadap anak. "Kami meminta para pemangku kebijakan, terutama Presiden, untuk melakukan gerakan nasional: Stop Kekejaman terhadap Anak," kata Sekretaris Jenderal Erlinda di kantornya, Jumat, 28 Maret 2014. (Baca: Jaringan Penyedia ABK Bawah Umur Jakarta Ditangkap)
Erminda menilai peran pemerintah masih sangat lemah dalam banyak kasus atas kekejaman terhadap anak. “Kasus kekejaman terhadap Iqbal Saputra dan perdagangan anak yang diungkap di Tanjung Priok merupakan contoh konkret negara gagal hadir,” katanya.
Selama ini, kata dia, masyarakat keliru tentang pentingnya anak. Anak sejauh ini masih dianggap barang kepemilikan dan dijadikan sebagai benda mati. Akibatnya, anak sering kali diperlakukan semena-mena lantaran pola pikir itu.
Rencananya KPAI bakal segera melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi untuk merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Salah satu poin yang ia akan gugat yakni soal batas hukuman pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak. "Kami ingin hukuman pelaku diubah dari maksimal 15 tahun menjadi minimal 15 tahun," katanya.
Selain itu, pihaknya ingin merevisi soal hak asuh anak dalam undang-undang itu. Selama ini, jika orang tua bercerai, sulit bagi seorang anak yang diasuh oleh salah satu orang tua untuk menemui orang tua yang tak mendapatkan hak asuh. "Kami ingin akses anak terhadap orang tuanya yang sudah cerai tidak terbelenggu oleh hak asuh," katanya.
ERWAN HERMAWAN
Terpopuler
Inikah Rute MH370 Sebelum Menghilang?
Ahok: PNS DKI Banyak Nganggur
Negara Bisa Paksa Lapindo Bayar Rp 1,5 Triliun