TEMPO.CO, Jakarta - Hampir delapan tahun berlalu sejak lumpur menyembur dari lubang pengeboran PT Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur, masalah ganti rugi belum kunjung tuntas. PT Lapindo Brantas diwajibkan mengucurkan total Rp 3,82 triliun untuk membeli tanah dan bangunan warga di wilayah terdampak. (Baca: Ganti Rugi Tersendat, Menteri PU Panggil Lapindo)
Lapindo membayar ganti rugi melalui PT Minarak Lapindo Jaya. "Hingga 2012, yang sudah terbayar Rp 3,04 triliun," ujar juru bicara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Dwinanto, melalui sambungan telepon, Sabtu, 29 Maret 2014.
Rinciannya, hingga 2008 Minarak Lapindo Jaya telah membeli tanah dan bangunan warga senilai Rp 1,54 triliun. Pada 2009 jumlahnya Rp 360 miliar, dan 2010 sebesar Rp 750 miliar. Pada 2011, Minarak membayar Rp 240 miliar, sementara pada 2012 hanya Rp 150 miliar.
Selanjutnya, pada 2013, perusahaan itu tak melaporkan adanya pembayaran sama sekali. Menurut Dwinanto, alasan yang tersirat dari Minarak adalah kesulitan finansial perusahaan tersebut. "Alasan itu tidak dikemukakan dengan tegas, tapi yang tersirat mengarah pada finansial perusahaan," ucapnya.
Jumlah yang dibayarkan Minarak lebih kecil dibanding yang sudah dikucurkan pemerintah. Hingga kini pemerintah telah menggelontorkan Rp 6,5 triliun untuk mengatasi bencana tersebut. (Baca: Agung: Ganti Rugi Lapindo Tuntas Sebelum Pilpres)
Laporan Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan biaya ekonomi yang timbul akibat bencana itu lebih besar lagi. Total biaya ekonomi sepanjang 2006-2015--baik langsung maupun tak langsung, serta ongkos relokasi warga--diperkirakan mencapai Rp 32,9 triliun. (Baca: Aburizal Bakrie Berkukuh Lapindo Tidak Bersalah)
BUNGA MANGGIASIH
Terpopuler
Akhirnya Polisi Temukan Bayi dan Penculiknya
Penculik Bayi Bandung Sempat Mau Bunuh Diri
Ke Suami, Penculik Mengaku Baru Lahirkan Bayi