TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Saleh Abdurrahman, mengatakan rencana kebijakan dual fuel yang mewajibkan produsen mobil membuat produk mereka bisa digerakkan dengan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas masih digodok oleh empat kementerian.
“Targetnya tahun ini sudah ada kesepakatan yang dituangkan dalam surat keputusan bersama antar kementerian,” ujar Saleh ketika dihubungi Tempo, Senin, 31 Maret 2014. Empat kementerian dimaksud adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian.
Menurut dia, dalam waktu dua bulan ke depan, empat kementerian yang terlibat merumuskan kebijakan dual fuel akan rapat rutin agar sebelum pergantian rezim kebijakannya telah rampung.
Kebijakan dual fuel ini, kata Saleh, diharapkan menjadi solusi untuk program konversi energi dari penggunaan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas. Alasannya, konsumsi bahan bakar minyak Indonesia masih mengandalkan impor.
Data Kementerian ESDM menunjukkan sepanjang tahun 2013 total konsumsi BBM bersubsidi 46,25 juta KL. Dari jumlah itu, realisasi impor bahan bakar minyak (BBM) mencapai 23,03 juta kiloliter (KL) atau setara 49,79 persen dari total konsumsi BBM bersubsidi.
Diperkirakan setiap tahunnya besaran impor BBM ini akan terus meningkat. Dari posisi saat ini, sekitar 50 persen, porsi impor BBM diprediksi bisa mencapai 72 persen untuk Premium dan 35 persen untuk solar pada 2020 mendatang. “Kebijakan dual fuel ini nanti juga diikuti dengan pembangunan infrastruktur SPBG yang menyediakan bahan bakar gas,” kata Saleh.
NURUL MAHMUDAH
Topik terhangat:
MH370 | Kampanye 2014 | Jokowi | Prabowo | Dokter TNI AU
Berita terpopuler lainnya:
Dokter TNI AU yang Dianiaya Diajak Tutup Kasus?
Kecewa Jokowi, Pro-Mega Boikot Kampanye PDIP
KPK Soroti Fasilitas Pesawat Dipakai Kampanye SBY