TEMPO.CO, Riyadh - Pemerintah Arab Saudi baru saja memberlakukan undang-undang yang menyatakan penganut atheis sebagai teroris. Undang-undang itu disetujui pemberlakuannya pada Januari lalu. Lembaga penggiat hak asasi manusia yang bermarkas di Amerika Serikat, Human Rights Watch, mengungkapkan mengenai undang-undang itu.
Menurut HRW seperti dilansir The Independent, Selasa, 1 April 2014, undang-undang baru ini menambah jumlah peraturan yang dikeluarkan pemerintah kerajaan Arab Saudi untuk melawan aksi terorisme yang bertujuan menjatuhkan kerajaan.
Pasal pertama dari undang-undang itu mendefenisikan terorisme sebagai pemikiran yang datang dari orang-orang atheis dengan berbagai bentuknya atau mempertanyakan dasar-dasar agama Islam yang menjadi dasar negara.
Undang-undang yang menyatakan atheis sebagai teroris digodok untuk memerangi meningkatnya jumlah warga Arab Saudi ikut serta dalam perang sipil di Suriah. Kemudian mereka pulang dengan membawa ide dan pelatihan yang mereka dapatkan di Suriah untuk menumbangkan kerajaan.
Untuk menghentikan langkah mereka, Raja Arab Saudi lebih dulu mengeluarkan Dekrit Kerajaan 44 yang menyebutkan tindakan melibatkan diri dalam aksi permusuhan di luar kerajaan sebagai tindakan kriminal. Siapa saja yang melanggar dekrit ini akan dihukum penjara selama tiga tahun hingga 20 tahun.
Kebijakan Raja Arab Saudi Abdullah ini telah memunculkan pertentangan dan protes yang dapat menganggu ketertiban masyarakat.
Pada bulan lalu, Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi yang mengeluarkan undang-undang itu telah membuat sebuah daftar identifikasi nama-nama lembaga di luar negeri yang dianggap sebagai organisasi teroris, termasuk Ikwanul Muslimin.
Deputi Direktur HRW untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Joe Stork, mengatakan otoritas Arab Saudi tidak akan pernah mentolerir orang-orang yang mengkritik kebijakannya. Dengan undang-undang baru ini pendapat yang kritis dan independen disamakan dengan kejahatan terorisme. "Peraturan-peraturan ini menghapus harapan bahwa Raja Abdullah cenderung membuka ruang bagi terjadinya perbedaan pendapat secara damai atau kelompok-kelompok independen," kata Joe Stork.
Dengan undang-undang baru ini, HRW berpendapat, pemerintah semakin mempersulit upaya melindungi dan membebaskan sejumlah penggiat hak asasi manusia yang saat ini ditahan di penjara di Arab Saudi.
INDEPENDENT | HUFFINGTON POST | MARIA RITA HASUGIAN
Terpopuler:
Ini Sebab Gempuran Dua Korea Meningkat
Gaya Rambut Jong-un Tak Pernah Tren di Korea Utara
M15 dan M16 Dikerahkan Selidiki Ikhwanul Muslimin