TEMPO.CO, Yogyakarta - Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Gunungkidul mengaku kesulitan mengumpulkan bukti dan saksi atas beredarnya 13 ribu surat permintaan dukungan dari Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang dikirimkan via pos kepada kepala sekolah dan guru di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akhir Februari 2014 lalu. “Dari guru penerima yang kami datangi, tak ada satu pun yang bersedia menjadi saksi atau sekadar memberikan surat asli Ical--sapaan Aburizal Bakrie--itu kepada kami,” kata Ketua Panwaslu Gunungkidul, Buchori Ichsan, Rabu, 2 april 2014.
Untuk meneruskan kasus itu ke ranah pidana, Panwaslu Gunungkidul mengaku memerlukan guru yang berani bersaksi atas keberadaan surat itu. Ketakutan guru di Gunungkidul ini diduga kuat karena mereka khawatir akan nasib mereka kelak. “Terutama jika harus berurusan dengan hukum dan dapat menggangu profesinya,” ujar Buchori. Selain itu, muncul pula kekhawatiran terhadap adanya tekanan dari pendukung Ical.
Panwaslu Gunungkidul yakin surat dari Ical yang berisi permintaan dukungan terhadap pencalonannya sebagai presiden periode 2014-2019 ini melanggar aturan ihwal waktu pelaksanaan jadwal kampanye. “Kasus ini tidak berhenti. Kami masih mencari terus ada guru atau kepala sekolah yang bersedia bersaksi, karena tidak mudah,” katanya.
Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Wonosari, Sangkin, mengaku sepuluh guru di sekolahnya menerima surat permintaan dukungan dari Ical itu. “Ada tiga orang guru yang sudah meninggal juga ikut dikirimi, kebanyakan yang sudah tua,” kata pria yang juga Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Se-Kabupaten Gunungkidul itu.
Meski demikian, Sangkin mengaku tidak bisa menyita surat itu untuk diserahkan ke Panwaslu. “Kami tidak berhak (meminta) karena itu surat itu ditujukan pada pribadi meskipun lewat sekolah pengirimannya,” katanya. “Kami hanya bisa umumkan lewat kegiatan upacara bahwa PNS seharusnya netral,” Sangkin menambahkan.
Budi Hariyanto dari Divisi Pengawasan Panwaslu Gunungkidul menyatakan para guru menanggapi surat tersebut dengan dingin. “Kami tidak mendapatkan informasi bahwa guru-akan terpengaruh dengan surat itu,” katanya. Alasannya, lanjut Budi, para guru sebenarnya khawatir cara-cara seperti ini justru menunjukkan bahwa Orde Baru ingin kembali berkuasa lalu mengontrol pegawai negeri sipil seperti dahulu. “Mereka sadar, zaman sudah berubah. PNS tak bisa dipengaruhi lagi dan surat Ical ini kami yakin diabaikan isinya," katanya.
PRIBADI WICAKSONO
Berita Terpopuler
Kata Ahok Soal Sumbangan Rp 60 M Prabowo di Pilgub
Ini Caleg dan Capres Ideal Versi KPK
MI5 dan MI6 Dikerahkan Selidiki Ikhwanul Muslimin