TEMPO.CO, Jakarta - Praktisi bidang pendidikan Arief Rachman mengganggap penyebab tidak lancarnya penerapan kebijakan Kartu Jakarta Pintar adalah tak adanya pengkajian awal yang mendalam. "Kalau kajian awalnya mendalam, saya yakin penerapannya akan lancar. Nah, kajian awalnya dulu bagaimana, itu kan dari zaman gubernur sebelumnya," ujar Arief kepada Tempo, Jumat, 4 April 2014.
Sebelumnya, Indonesian Coruption Watch melakukan survei untuk mengevaluasi penerapan kebijakan Kartu Jakarta Pintar. Hasil survei menunjukkan buruknya penerapan kebijakan itu. Ada tiga indikasi keburukan, yaitu pencairan dana tidak tepat waktu, pembagian kartu tak tepat sasaran, dan pemanfaatan program tidak tepat guna. (Baca: ICW: 19,4 Persen Kartu Jakarta Pintar Meleset)
Menurut Arief, Pemprov DKI Jakarta periode sekarang seharusnya juga mempelajari dulu kajian sebelumnya sehingga bisa mengantisipasi hal-hal yang kurang dan dirasa perlu dilengkapi. Kalau hanya menerapkan apa yang sudah ada, kata Arief, hasilnya adalah penerapan yang tak maksimal. "Jangan jadikan warga sebagai kelinci percobaan. Pelajari dulu, siapkan kajian ilmiah. Kalau enggak siap, jangan jalankan," ujarnya. Meski penerapan program Kartu Jakarta Pintar bermasalah, Arief menilai kebijakan itu bagus dan patut dipertahankan. "Perbaiki apa yang salah. Kalau dibiarkan, nanti dibilang KJP kebijakan untuk pencitraan saja,"ujarnya. (baca: Kepala Dinas Pendidikan DKI Buru 'Pemain' Kartu Pintar)
Kartu Jakarta Pintar yang memiliki saldo Rp 250 ribu ditujukan untuk siswa-siswa kurang mampu. Adapun siswa-siswa diharapkan menggunakan uang dari program itu untuk memenuhi kebutuhan pendukung kegiatan belajar. (Baca: Jokowi Akui Kartu Jakarta Pintar Belum Sempurna)
ISTMAN MP
Berita Lainnya: