TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan Partai Hanura, Wiranto, dinilai berhasil memanfaatkan tayangan iklan di media selama masa kampanye. Pengaruh iklan, terutama di televisi, terbukti mampu mendongkrak elektabilitas keduanya.
Peneliti dari Poltracking Institute, Hanta Yuda, mengatakan gencarnya iklan turut menyumbang peningkatan elektabilitas calon presiden dan partai politik. Meskipun bukan variabel penentu pilihan publik, iklan politik cukup efektif menjadi alat membangun citra. "Iklan menjadi media yang memperkuat persepsi partai atau tokoh," kata Hanta di Jakarta, Jumat, 4 April 2014.
Kasus Prabowo, yang disebut-sebut terkait dengan kasus penculikan aktivis pada 1998, tertutupi oleh iklan sebagai calon presiden yang dikesankan tegas dan berwibawa. Walhasil, elektabilitasnya terkerek signifikan. Hal ini terlihat dari survei Poltracking Oktober 2013 ketika Prabowo hanya memperoleh 10,2 persen suara. Pada survei Maret lalu, elektabilitasnya menjadi 12,4 persen setelah masa kampanye dan pemasangan iklan di media massa kian gencar.
Dampak iklan yang mendongkrak citra Wiranto juga terlihat setelah mantan Panglima TNI itu sering tampil di televisi. Berdasarkan sigi lembaga survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), elektabilitas Wiranto pada kampanye Maret lalu meningkat menjadi 10,3 persen, menyalip calon presiden dari Partai Golkar, Aburizal Bakrie, yang memperoleh 9,3 persen.
Padahal, survei CSIS pada November 2013 menunjukkan elektabilitas Aburizal sebesar 9 persen dan Wiranto hanya 4,6 persen. Peneliti senior CSIS, J. Kristiadi, mengatakan peningkatan itu bisa diasumsikan sebagai keberhasilan tim Wiranto mengenalkan calon presidennya melalui jaringan media milik Hary Tanoesoedibjo. Tim pemenangan tak segan memoles Wiranto sebagai calon presiden peduli rakyat kecil.
Dicontohkan, tim mendandani Wiranto sebagai kernet Metro Mini dan tukang becak agar bisa berbicara dan membantu masyarakat. "Istilahnya, dari Subuh sampai ketemu Subuh lagi, dibombardir iklan tentang Hanura dan Wiranto," kata Kristiadi. Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura, Arya Mahendra Sinulingga, menyatakan timnya memang membuat konsep iklan semenarik mungkin. "Iklan berpengaruh pada elektabilitas," kata Arya.
Namun, baik Prabowo maupun Wiranto belum sanggup melampaui elektabilitas calon presiden PDI Perjuangan, Joko Widodo. Menurut Hanta Yuda, elektabilitas Jokowi disumbang oleh pemberitaan media massa, bukan iklan. PDI Perjuangan mulai memunculkan Jokowi dalam bentuk iklan tiga hari menjelang masa kampanye pemilu legislatif berakhir.
Iklan berdurasi 30 detik yang bertema gotong royong tersebut dimuat di sejumlah surat kabar, ditayangkan di televisi, dan tersebar di YouTube. Anggota tim pemenangan Jokowi, Andi Widjajanto, mengatakan meskipun sudah populer, tidak bisa dipungkiri bahwa iklan tetap jadi sarana pendulang suara. "Ada kesadaran bahwa sebagian besar pesan yang sampai ke masyarakat adalah karena media. Iklan di televisi merupakan media paling efisien," katanya.
IRA GUSLINA SUFA | ANANDA TERESIA | SUNDARI | YANDI ROFIANDI