TEMPO.CO, Jakarta - Saat ini, istilah demam berdarah Ebola (Ebola haemorrhagic fever) diganti dengan penyakit virus Ebola atau Ebola virus disease, EVD. Penyakit ini merupakan demam berdarah viral yang merupakan salah satu penyakit akibat virus paling mematikan bagi manusia. Demikian disampaikan Tjandra Yoga Aditama kepada Tempo, Ahad, 6 April 2014.
"Virus Ebola pertama kali diidentifikasi di Provinsi Sudan Barat dan di wilayah terdekat dari Zaire pada 1976. Ada lima spesies virus Ebola, yaitu Bundibugyo, Pantai Gading, Reston, Sudan, dan Zaire. Spesies Bundibugyo, Sudan, dan Zaire adalah spesies yang dikaitkan dalam wabah besar virus Ebola di Afrika yang menyebabkan kematian pada 25-90 persen kasus klinis," kata Tjandra.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) di kantor Kementerian Kesehatan ini juga menjelaskan, virus Ebola ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, dan jaringan orang yang terinfeksi. "Penularannya juga terjadi pada hewan liar yang terinfeksi sakit atau mati seperti simpanse, gorila, monyet, antelop hutan, dan kelelawar buah," kata dia.
Kasus EVD dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan karena berpotensi menyebar dan memiliki angka kematian yang tinggi, yaitu dapat mencapai 90 persen. "Kejadian luar biasa EVD merupakan peristiwa yang jarang terjadi dan demam berdarah virus menjadi salah satu penyakit yang mendapatkan perhatian khusus dalam IHR pada 2005," kata dia.
Dia juga mengatakan penyebaran EVD yang terbesar berada di Afrika Barat, yaitu Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Kondisi saat ini, dilaporkan EVD dari Guinea, Liberia, dan berpotensi menyebar ke Sierra Leone. "Sejak 31 Maret 2014, Kementerian Kesehatan Guinea melaporkan 122 kasus klinis EVD dengan 80 kematian. Kasus tersebar di beberapa wilayah, yaitu Conakry sekitar 11 kasus, Guekedo 77 kasus, Macenta 23 kasus, Kissidougou 8 kasus, dan 3 kasus dari Dabola dan Djingaraye."
Dari jumlah tersebut, 24 di antaranya adalah kasus konfirmasi lab dengan uji PCR (13 kasus meninggal) dan 98 lainnya adalah kasus probable (67 kasus meninggal dunia).
Tjandra juga menjelaskan, saat ini masih dilakukan investigasi kasus dan pencarian kontak kasus. Tercatat 400 orang kontak dalam pengawasan medis. Penguatan pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan menjadi intervensi prioritas di samping upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan diri untuk mencegah penyebaran virus, termasuk mencuci tangan, cara merawat orang sakit secara aman di masyarakat, pemakaian alat pelindung diri saat bersentuhan dengan benda yang berpotensi terkontaminasi darah dan cairan tubuh orang sakit, atau saat melakukan pembersihan lingkungan dan disinfeksi, serta cara pemakaman yang aman.
Ia menuturkan Kementerian Kesehatan Liberia melaporkan delapan kasus klinis EVD dengan dua kasus meninggal dunia selama 14 hingga 30 Maret 2014. Dua di antaranya adalah kasus konfirmasi dari Lofa County. Dua kasus meninggal adalah satu kasus konfirmasi dan satu kasus probable.
Hingga saat ini masih dilakukan pelacakan kontak kasus. Respons Liberia antara lain distribusi pedoman pencegahan dan pengendalian EVD bagi tenaga kesehatan, melatih staf dalam penemuan atau deteksi kasus, penelusuran kontak dan tindak lanjut, manajemen kasus klinis, pencegahan dan pengendalian infeksi, pengambilan dan pengiriman spesimen, dan pemulasaraan jenazah kasus EVD secara aman.
"Untuk spesimen kasus suspect dikirimkan ke laboratorium di Conakry, Guinea, untuk diperiksa. Sementara upaya peningkatan kesadaran masyarakat secara intensif dilakukan melalui media massa, gerakan sosial dan komunikasi interpersonal, serta melibatkan operator telepon dalam mengirimkan promosi kesehatan melalui pesan pendek," kata dia. (Baca: Virus Ebola, Muslim Liberia Tak Bisa Umrah)
Selanjutnya, Tjandra juga menuturkan penjelasan Kementerian Kesehatan Sierra Leone, yaitu berupa upaya mempertahankan tingkat kewaspadaan yang tinggi setelah kematian dua kasus probable EVD dalam satu keluarga yang meninggal di Guinea dan jenazahnya dipulangkan ke Sierra Leone.
"Sampai saat ini kegiatan surveilans aktif tetap dilakukan, diketahui tidak ada kasus baru dan semua orang yang kontak dengan kasus dalam kondisi baik. Situasinya dapat berubah dengan cepat," kata Tjandra yang menjelaskan kasus dan kematian yang dilaporkan untuk jumlah kontaknya berada di bawah pengawasan medis.
"Adapun jumlah hasil laboratorium dapat berubah dipengaruhi oleh kegiatan surveilans ketat, pelacakan kontak, dan pemeriksaan laboratorium yang sedang berlangsung," kata dia. (Baca: Delapan Fakta Virus Mematikan Ebola)
Menurutnya, sejauh ini penyakit ini tidak sampai ke Asia. Tapi, kata Tjandra, mereka terus memantau perkembangan yang ada melalui dua hal. Pertama, mekanisme International Health Regulation 2005, di mana dia ditunjuk sebagai National Focal Point yang melakukan komunikasi langsung dengan Outbreak Center di WHO yang selalu mengirim update secara berkala. Kedua adalah mengamati perkembangan penyakit pada kasus di Afrika.
HADRIANI P.
Berita Terpopuler
Makan Semangka Hindari Stroke
Buku Bertema Seks dan Islam Diluncurkan di Yogya
Parade Model Cilik, Rayakan Hari Autis Sedunia
Khasiat Obat Herbal Tergantung Cara Tanamnya