TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menilai pemerintah sudah siap menaikkan harga bahan bakar minyak berkaca pada kenaikan BBM yang pernah dilakukan pada 2005, 2008-2009.
"Waktu itu dampak inflasinya besar. Tapi tahun kemarin dengan koordinasi yang baik itu bisa ditekan dampaknya minimal," kata Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Solikin M Juhro dalam diskusi dengan wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin, 7 April 2014.
Akibat kenaikan harga bahan bakar minyak itu, menurut dia, awalnya prediksi inflasi bisa mencapai 9,4 hingga 9,5 persen. Namun dengan koordinasi yang baik, inflasi bisa dijaga di angka 8,38 persen.
Lagipula, kata Solikin, besaran alokasi subsidi bahan bakar minyak yang masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah tidak sehat. Alokasi anggaran subsidi mencapai 20 persen dari total anggaran belanja negara akan berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia. "Ruang fiskal harus diperluas dengan mengendalikan anggaran subsidi," ujarnya.
Menurut Solikin, kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak memang akan mendorong tingkat inflasi dari sisi administered price dan konsekuensi dengan kemungkinan kenaikan suku bunga. Namun demikian, adanya forum koordinasi pengendali inflasi dengan daerah juga memberikan dampak positif untuk menjaga inflasi.
Sementara itu, Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri mengatakan pemerintah belum mempunyai rencana untuk menaikan harga BBM. "Ini harus dipelajari dengan baik," ujarnya.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Topik terhangat:
MH370 | Kampanye 2014 | Jokowi | Prabowo | Lumpur Lapindo
Berita terpopuler lainnya:
Kiai Maman, Caleg Pembela Ahmadiyah
Cara Atasi Gugup Bicara di Depan Umum
Caleg Binny Bintarti Bersaing dengan Ibas SBY