TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah menerapkan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk produk telepon seluler (ponsel) dianggap tidak memiliki dasar logika yang jelas. Alasan pengenaan pajak penjualan untuk menggairahkan investasi produk ponsel lokal dinilai tak masuk akal.
"Logika pemerintah bagaimana? Jika ponsel impor yang dikenakan PPnBM mungkin masih masuk akal. Namun, jika ponsel lokal juga dikenakan PPnBM, mana ada investor yang mau berinvestasi di Indonesia?" kata Wakil Ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia Lee Kang Hyun di Jakarta, Rabu, 10 April 2014. (Baca: Smartphone Kena Pajak Barang Mewah, Ini Syaratnya)
Selain tak ada yang mau investasi, kata Lee, jika rencana PPnBM ini jadi diterapkan, dipastikan Indonesia akan banjir ponsel gelap. Angkanya bahkan mencapai separuh dari ponsel resmi yang beredar di Indonesia.
Saat ini jumlah ponsel resmi yang beredar di Indonesia sekitar 60 juta unit. Jika PPnBM jadi diberlakukan, sekitar 50 persen ponsel yang beredar di Indonesia adalah barang selundupan. "Angka itu berdasarkan perkiraan data asosiasi," kata Lee. (Baca: Pajak Mewah Smartphone Rangsang Penyelundupan)
Jika Indonesia banjir ponsel gelap, pemerintah pun akan kehilangan pemasukan pajak sekitar Rp 5 triliun per tahun. Berdasarkan data asosiasi, transaksi industri ponsel di Indonesia bisa mencapai angka Rp 50 triliun per tahun.
Asosiasi juga pesimistis pemerintah bisa mengendalikan masuknya ponsel gelap. Sebab, di Indonesia ada ratusan pelabuhan yang dapat dijadikan pintu masuk ponsel gelap. "Saya pikir Bea dan Cukai takkan mampu mengawasi semuanya," ujar Lee.
AMIR TEJO
Berita Terpopuler
Suara Demokrat Turun, Ibas Diyakini Masih Lolos ke Senayan
Suara Demokrat Amblek di TPS Kampung Mertua SBY
Inilah Kunci Sukses Mourinho Loloskan Chelsea