TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum melakukan perubahan sistem dan menggandeng lembaga perlindungan terhadap serangan dunia maya. Mereka mengantisipasi peretasan terhadap situs KPU seperti yang terjadi pada Pemilu 2004 dan 2009. "Sistem informasi kali ini lebih aman," kata Staf Ahli Tim Teknis Teknologi Informasi KPU Partono Samino, Rabu, 9 April 2014.
Lembaga yang digandeng KPU adalah Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTI) yang dibentuk Kementerian Komunikasi dan Informatika, operator seluler, penyedia jaringan, dan kepolisian.
Langkah lain adalah mengubah metode penghitungan suara dengan cara manual. Hasil
rekapitulasi di tempat pemungutan suara tidak lagi dihitung lewat aplikasi tabulasi, melainkan dengan dipindai. Hasil pemindaian kemudian dikirim ke KPU kabupaten atau kota. (Baca: Minimalkan Kecurangan Suara, KPU Pakai Cara Manual)
Pada Pemilu 2004 dan 2009, situs resmi KPU diretas. Peretasan pertama terjadi karena ulah karyawan perusahaan teknologi informasi yang iseng mengubah nama partai politik menjadi nama buah dan hewan. Dani Firmansyah, sang pelaku, mengaku iseng ingin mengetahui sejauh mana tingkat keamanan situs tersebut.
Pada 2009, peretasan kembali terjadi. Peretasan ini mengakibatkan situs KPU tidak dapat diakses. Situs KPU diretas saat pemutakhiran data pemilih dan pendaftaran peserta pemilu tengah berjalan. Peretasan tersebut disinyalir memiliki motif mengacaukan jalannya pemilu.
Meski Pemilu 2014 diklaim aman, situs KPU sempat tidak dapat diakses pada 8 Apri 2014. Partono menampik peristiwa itu karena aksi peretasan. "Server yang digunakan untuk menjalankan situs sudah penuh, apalagi ketika banyak orang yang mengaksesnya," katanya. (Baca: Ini Titik-titik Rawan Kecurangan Pemilu)
Untuk mengatasinya, KPU melakukan migrasi ke server yang baru. Server sebelumnya sudah digunakan sejak Pemilu 2004. Migrasi tersebut sekaligus dilakukan untuk menghadirkan tampilan yang baru.
SATWIKA MOVEMENTI