TEMPO.CO, Balikpapan - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan dugaan penggelembungan ribuan suara pemilih di Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara, dalam pemilu legislatif lalu. Kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia ini memang dianggap jadi lokasi paling rawan praktek kecurangan pemilu.
"Ada upaya penggelembungan suara sekitar seribuan suara yang kita temukan di TPS Tana Tidung Kaltara," kata anggota Tim Pemantau Pemilu Komnas HAM, Fauziah Arasad, di Balikpapan, Kamis, 10 April 2014.
Fauziah mengatakan ada mobilisasi ribuan orang luar Kalimantan Utara untuk menyampaikan aspirasi politik di Tana Tidung. Mereka diduga sudah diskenariokan untuk memilih calon anggota legislatif dari salah satu partai politik.
Selain itu, Fauziah mengaku menemukan pelanggaran pemilu di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Sejumlah pemilih, kata dia, tidak memiliki data lengkap dan tercatat dalam daftar pemilih tetap setempat.
"Yang datanya valid justru tidak masuk sebagai pemilih, itu juga menjadi keanehan, tapi yang datanya tidak valid dapat undangan pemilih. Itu laporan yang kita terima semalam dari anggota KPU Kaltim," katanya.
Di samping itu, ia melanjutkan, di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Balikpapan, dari jumlah seluruh narapidana 570 orang, hanya sekitar 411 orang yang bisa menggunakan hak pilihnya. Sedangkan seratusan lainnya tidak masuk pemilih khusus (DPK).
"Jadi ada sekitar 150-an yang tidak masuk DPK sehingga tidak punya hak untuk memilih. Itu laporan yang kita terima ketika kita ke Lapas. Katanya kesulitan karena banyak narapidana yang menggunakan nama dan alamat palsu," ujarnya.
Sedangkan di Rumah Tahanan (Rutan) Sempaja, Samarinda, dari jumlah 760 yang masuk DPK, hanya 412 orang yang ikut memilih. Adapun di Lembaga Pemasyarakatan Sudirman, Samarinda, ada belasan orang yang juga tidak punya kesempatan memilih.
Komnas HAM akan menyimpulkan rekomendasi permasalahan carut-marut pemilu ini kepada Kementerian Dalam Negeri. Sistem administrasi kependudukan yang akurat akan memberikan kemudahan pemilih untuk menyampaikan aspirasi politiknya. "Bila sistem administrasi kependudukan bagus, warga cukup menunjukkan KTP saat melakukan pencoblosan," ujarnya.
SG WIBISONO