TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Hanura Fuad Bawazier meyakini rendahnya suara partai dalam pemilu legislatif 9 April lalu disebabkan kurang tepatnya strategi partai. "Dari serangan udara memang sudah jalan, tetapi di bawah mesin partai justru tak dioptimalkan," kata Fuad saat dihubungi, Kamis malam, 10 April 2014.
Menurut Fuad, Hanura selama ini terlalu mengandalkan kampanye dan pencitraan melalui sejumlah media milik Hary Tanoesudibjo. Padahal untuk meraih dukungan riil dari masyarakat, partai perlu membangun komunikasi yang intens dengan pemilih.
Fuad menilai, sebagai partai baru Hanura telah membuktikan pentingnya membangun ekomunikasi ini pada pemilu 2009 lalu. Sebagai partai baru, Hanura berhasil lolos ke Senayan dan memperoleh 18 kursi dengan suara 3,21 persen. Namun perolehan ini tak jauh meningkat pada pemilu legislatif lalu. "Organisasi Bapilu yang dipimpin Hary Tanoe kurang berkomunikasi dan kurang bagus di bawah."
Rendahnya suara ini membuat Hanura tak bisa berbicara banyak dalam penetapan capres dan cawapres. Hanura harus rela menjadi partai buncit dan hanya menanti ajakan partai lain untuk berkoalisi. "Kami harus melepas ide Win-HT." Sebelum pemilu legislatif, Hanura sudah mengusung Wiranto dan Hary Tanoe sebagai capres dan cawapres.
Gagasan Win-HT ini, kata Fuad, kini sudah tak relevan lagi. Dengan raihan suara sekitar 5 persen, Hanura hanya bisa menunggu pinangan partai lain. "Yang lebih banyak berinisiatif soal pilpres tentulah partai yang meraih dua digit suara." Sedangkan Hanura, kata dia, akan fokus mengawal rekapitulasi perolehan suara di KPU.
IRA GUSLINA SUFA
Berita Terpopuler
Dahlan Sebut Konvensi Demokrat Sudah Tak Relevan
Golput Pemenang Pemilu 2014, Bukan PDIP
Jokowi Seleksi Tiga Nama Cawapres
Suara Gerindra Melambung, Sekjen: Ini Efek Prabowo