TEMPO.CO, Kediri - Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Blitar bergerak cepat menyelesaikan kasus pencoblosan surat suara oleh oknum petugas pemungutan suara (PPS). Selain dilakukan penahanan, kasusnya juga sudah diserahkan ke kejaksaan untuk ditindaklanjuti.
Ketua Panwas Kabupaten Blitar Edi Nurhidayat mengatakan tersangka pencoblosan yang juga menjabat Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 19 Dusun Sugihan, Desa Pojok, Kecamatan Garum, Blitar, Hari Patmono menjalani penahanan di Kepolisian Resor Blitar. Setelah disidik, berkasnya langsung diserahkan ke kejaksaan setempat. "Mudah-mudahan bisa segera P21 (lengkap) dan disidangkan," kata Edi kepada Tempo, Jumat, 11 April 2014.
Hari Patmono diketahui telah memasukkan 110 surat suara yang sudah tercoblos ke kotak DPR RI dan DPRD. Masing-masing kotak berisi 55 surat suara untuk Nova Riyanti Yusuf, caleg DPR RI dari Partai Demokrat, dan Heni Retna Wizi Suci dari Partai Gerindra untuk DPRD Kabupaten Blitar.
Edi menambahkan pengusutan kasus ini memang diselesaikan secepat-cepatnya agar menumbuhkan kepercayaan publik terhadap penuntasan pelanggaran pemilu. Bahkan dalam sehari setelah penemuan pelanggaran, Panwaslu berhasil membuat kajian untuk direkomendasikan ke Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu). Dan hari itu juga tersangka sudah menjalani penahanan di Polres.
Sementara itu, Panwas Kabupaten Kediri menyatakan dugaan kasus politik uang oleh caleg DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Pramono Anung Wibowo, tak bisa dibuktikan. Meski alat bukti berupa amplop, uang pecahan Rp 10 ribu dan gambar wajahnya bisa dijumpai di rumah-rumah, namun tak ada satu pun orang yang mau menjadi saksi. "Kalau tak ada yang mau bersaksi, susah," kata Ketua Panwas Kediri Muji Hardjito.
Sejumlah warga di Desa Branggahan, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri, mengaku menerima amplop dari seseorang sebagai imbalan mencoblos Pramono. Amplop itu beredar sejak H-1 pemungutan suara.
HARI TRI WASONO