TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai ada salah urus dalam pengelolaan PT Merpati Nusantara Airlines. “Kami rekomendasikan business plan yang realistis dan pelaksanaan yang optimal untuk peningkatan kualitas armada pesawat meliputi biaya dan kemampuan bersaing,” kata Ketua BPK Hadi Poernomo dalam konfrensi pers seusai penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan semester II 2013 ke Dewan Perwakilan Daerah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 14 April 2014.
Dalam catatan BPK sepanjang 2009 hingga 30 September 2013, jumlah pendapatan usaha yang diperoleh Merpati lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan sehingga perusahaan pelat merah itu terus merugi. Kerugian pada 2010 tercatat sebesar Rp 103,3 miliar, di tahun 2011 kerugian mencapai Rp 833,7 miliar, di 2012 kerugian sebesar Rp 1,5 triliun, dan pada 2013 kerugian sebesar Rp 658,6 miliar.
Kerugian secara terus menerus tersebut mengakibatkan penumpukan hutang PT MNA kepada berbagai kreditor dan entitas pendukung operasional penerbangan senilai Rp 7,29 triliun per 31 Oktober 2013. Hasil pemeriksaan BPK juga menemukan ketidakcermatan dalam merencanakan jumlah pesawat yang siap beroperasi dan kebutuhan suku cadang serta sebagian besar mesin armada yang dioperasikan tidak andal.
Hal itu mengakibatkan pengelolaan PT MNA tidak efektif dan efisien karena terdapat pengeluaran biaya penundaan dan pembatalan penerbangan senilai Rp 22,84 miliar. Selain itu juga masih terdapat sisa dana penerbangan perintis senilai Rp 8,64 miliar yang tidak direalisasikan, kerugian penerbangan Kerjasama Operasional (KSO) senilai Rp 31,24 miliar, serta ketidakefisienan pembayaran asuransi senilai US$ 3,56 juta.
Pengeluaran biaya penundaan dan pembatalan senilai Rp 22,84 miliar itu merupakan irregularities atau biaya yang harus dibayarkan sebagai hak penumpang untuk pembayaran tiket pengganti, makanan, hotel, dan transportasi. Sampai dengan pemeriksaan semster I 2013, BPK mencapatat Merpati mengalami delay sebanyak 6.893 dan pembatalan sebanyak 572. Adapun selama 2012 jumlah delay sebanyak 4.096 dan pembatalan sebanyak 1.017.
Selain merekomendasikan pembuatan rencana bisnis yang lebih realistis, BPK juga meminta agar dipertimbangkan penghentian operasional penerbangan atas armada pesawat terutama yang sering bermasalah untuk menghindari beban biaya secara terus-menerus dan menyusun perencanaan strategis untuk pengelolaan penerbangan perintis dan KSO dengan pemerintah daerah yang saling menguntungkan.
Selain itu, PT MNA juga diminta mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran premi asuransi. Mengingat fungsi PT MNA sebagai jembatan udara yang strategis, BPK meminta pemerintah mengupayakan solusi penyelamatan secara komprehensif melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) untuk pertimbangan yang memfokuskan pada perbaikan perusahaan (going concern).
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita terpopuler:
Bayi Meninggal di Pesawat Lion Air
Dyandra Investasi Hotel Bintang Lima Rp 98 Miliar
Garuda Terbang Perdana Rute Surabaya-Jeddah