TEMPO.CO, New York - Amerika Serikat menuduh Rusia sedang menyiapkan skenario kekerasan separatis di Ukraina. Dakwaan itu menyusul pernyataan Kiev bahwa pasukan Ukraina akan meningkatkan operasi keamanan untuk melawan milisi pro-Rusia yang telah menguasai sejumlah aset pemerintah di wilayah sebelah timur.
Duta besar AS di PBB, Samantha Power, mengatakan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB yang digelar pada Senin, 14 Februari 2014, adalah pertemuan membahas masalah penguasaan gedung di beberapa wilayah sebelah timur Ukraina oleh sejumlah pria bersenjata merupakan cermin dari invasi Rusia atas Crimea.
"Anda telah mendengar bantahan Rusia pada akhir pekan ini. Negara itu menyatakan sama sekali tidak menduduki atau menginvasi (Ukraina)," kata Power.
Namun sayangnya, ucap Power, fakta yang tak bisa terbantahkan menunjukkan bahwa penguasaan gedung oleh sejumlah pria bersenjata di enam kota sebelah timur Ukraina mencerminkan taktik yang digunakan pasukan Rusia untuk menginvasi Crimea. "Satu-satunya yang bisa melakukan aksi militer profesional adalah Rusia," ucap Power.
Rusia yang disebut-sebut dalam pertemuan itu mengatakan, "Barat memiliki kesempatan menghentikan perang di Ukraina. Di sana darah hampir tumpah. Eskalasi lebih lanjut harus cepat dihentikan," ujar Vitaly Churkin, Duta Besar Rusia, mengatakan di depan peserta sidang PBB.
Menurut Churkin, Kiev harus menghentikan penggunaan pasukan untuk menghadapi rakyat di wilayah sebelah timur Ukraina dan memulai dialog.
Rapat darurat Dewan Keamanan PBB untuk membicarakan krisis setelah Kiev mengancam melancarkan operasi militer melawan pasukan pro-Rusia, kecuali mereka bersedia meletakkan senjata, telah memasuki babak ke-10.
Oscar Fernandez Taranco, Asisten Sekretaris Jenderal PBB Urusan Politik, Ahad, 13 April 2014, mengatakan sedikitnya seorang pejabat Ukraina tewas dan sejumlah orang lainnya cedera akibat bentrok senjata di sebelah timur Ukraina. "Situasi saat ini ibarat bahan bakar dari aksi sebelumnya," ujarnya.
AL JAZEERA | CHOIRUK
Terpopuler
Bayi Meninggal di Pesawat Lion Air
Keluarga Cikeas Tolak Jadi Saksi Anas