TEMPO.CO, Jakarta: Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan suara Partai Golkar akan kembali terpecah dalam pemilihan umum presiden pada 9 Juli mendatang. Menurut dia, banyaknya friksi di partai Golkar membuat kader partai tidak solid mendukung calon presiden, Aburizal Bakrie alias Ical.
Menurut Yunarto, munculnya banyak faksi sudah penyakit klasik Golkar. Pada 2004, misalnya, Wiranto kalah karena tidak solid. Pada Pemilu 2009, Jusuf Kalla yang maju sebagai calon presiden juga kalah karena tidak solid akibat ada suara yang malah fokus kepada calon presiden Demokrat saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono. (Baca: PDIP Diyakini Tak Pilih Kalla Jadi Wapres Jokowi)
"Ini risiko partai yang punya banyak kader dan biasa berkuasa sehingga mereka mendekatkan diri pada sosok yang mau menang," kata Yunarto kepada Tempo di Jakarta, Ahad, 13 April 2014. Suara untuk Ical, katanya, akan terpecah karena belum tercipta konsolidasi utuh di dalam partai.
Selain itu, Yunarto menambahkan, Golkar memiliki banyak nama dan tokoh yang bisa dijual kepada masyarakat sehingga beberapa tokoh lebih memilih membuka peluang untuk mencalonkan diri sendiri menjadi wakil presiden yang dapat menjadi saingan bagi Ical pada pemilihan presiden mendatang.
Faktor lain, ujar Yunarto, karena sifat Golkar yang pragmatis, artinya mereka akan mendekati capres yang memiliki elektabilitas tinggi. "Padahal berdasarkan hasil survei, Ical sulit mengalahkan Prabowo, apalagi Jokowi," katanya. Yunarto menilai jika Jusuf Kalla jadi berpasangan dengan Jokowi, suara kader khususnya di daerah pasti tergerus.
Yunarto menegaskan, Kalla memiliki modal elektoral tinggi dengan basis geografis seperti Sulawesi dan daerah timur lain. Jika Kalla maju dengan Jokowi, maka hal ini akan menarik kader Golkar lain untuk pindah. Bahkan, sampai ke kader di akar rumput. "Dengan sifat pragmatis kader Golkar, JK memanfaatkan nama besar Jokowi untuk menarik kader," katanya.
Suara Golkar, kata Yunarto, sebagian juga akan terpecah karena adanya sosok Akbar Tandjung. Menurut dia, Akbar adalah tokoh senior Partai Golkar yang memiliki pengaruh kuat. Manuver-manuver yang dilakukan Akbar belakangan, kata dia, juga menjadi faktor yang bisa memecah perolehan suara Ical. (Simak pula: 3 Skenario Ideal Koalisi Partai Jelang Pilpres)
ANANDA TERESIA