TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta International School disebut mempersulit upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menindaklanjuti perizinan taman kanak-kanak (TK) sekolah itu yang dianggap bermasalah. Pasalnya, sejak TK Jakarta International School didirikan pada 1992, hanya ada pemberian prasasti oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Hasan Walinono.
"Kalau kami ke sana, ada saja alasannya. Dibilang sedang meeting-lah, tutup, lalu diminta datang nanti saja. Mereka tidak siap diperiksa," kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Usia Dini Non-Formal dan Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Lydia Freyani Hawadi, kepada Tempo saat ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 18 April 2014.(Baca : Kasus JIS, Kemendikbud Tak Punya Standar Aman TK)
Pengelola sekolah yang berlokasi di Jakarta Selatan itu sulit memenuhi permintaan tim investigasi untuk memberikan data-data lengkap terkait dengan komponen sekolah, seperti keterangan tenaga pendidik dan siswa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membutuhkan data latar belakang pendidikan guru, kewarganegaraan guru, jumlah total guru serta siswa WNA dan WNI, juga data pegawai pengelola sekolah lainnya. Hal ini terkait dengan ketentuan sekolah internasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Sekolah internasional, kata Lydia, harus berbadan hukum Indonesia, yakni dalam bentuk yayasan. Kepemilikan asing di sekolah itu juga hanya diperbolehkan sebanyak 49 persen--51 persen milik Indonesia. Sedangkan dalam soal jumlah tenaga pendidik, paling sedikit 30 persen harus warga negara Indonesia. Kemudian, 80 persen pegawai lainnya seperti staf tata usaha, pustakawan, tenaga keamanan, dan juru ketik harus berkewarganegaraan Indonesia. Adapun jumlah maksimal murid berkewarganegaraan Indonesia adalah 20 persen dari total siswa.
APRILIANI GITA FITRIA
Berita Terpopuler
Prabowo ke Kantor DPP PPP, Pengurus Elite Sepi
Hengky Kurniawan Siap Dicopot dari Anggota DPR
Kemenpan Tak Tahu Rekening PNS Rp 1,3 Triliun
Mobil Jaguar Airin Disita Gara-gara Wawan